Selasa, 28 Desember 2010

Masalah Umum Anak di prasekolah

Selama masa awal sekolah, anak menghadapi lingkungan sosial baru dan sejumlah tantangan sosial yang berbeda dengan yang ia alami sebelum itu. Di rumah biasanya ia berada dalam suasana yang mengandaikan bahwa ia pasti dianggap sebagai anggota dan diterima oleh kelompok tersebut. Ini memberinya rasa aman yang wajar. Di rumah tentu saja ia masih harus menyesuaikan diri dengan orang tua, kakak serta adiknya. Tetapi keadaan di rumah lain dengan tantangan dan interaksi yang dihadapinya sewaktu berhubungan dengan 25 atau 30 teman kelas. Karena kondisi baru ini, perbedaan yang berkaitan dengan jenis kelamin dan umur akan diperjelas dan beberapa masalah akan timbul dalam kehidupan anak.

Perbedaan di kalangan anak yang mulai sekolah

Perbedaan jenis kelamin

Pada waktu mulai bersekolah anak perempuan tampak lebih matang daripada anak lelaki – dan memang demikianlah adanya karena selama masa ini mereka lebih cepat matang. Secara jasmaniah dan emosional anak perempuan lebih cepat mapan dan lebih siap mengerjakan tugas-tugas simbolik dan abstrak.

Sinta dapat menulis namanya dengan huruf cetak secara benar ketika masuk taman kanak-kanak. Azis yang mungkin sebaya hanya mengenal huruf pertama namanya. Ini tak berarti bahwa Sinta lebih cerdas daripada Azis. Ini semata-mata berarti bahwa seseorang menyempatkan diri untuk mengajar Sinta dan bahwa Sinta mungkin ingin sekali belajar. Sebaliknya, Azis mungkin mengetahui banyak hal lain. Teman-teman yang sekelas yang dapat menulis namanya dan guru yang suka membantu dapat mendorongnya belajar. Ia pun akan terdorong untuk berbagi pengetahuan dengan anak lain.

Anak lelaki memang mempunyai rasa ingin tahu intelektual yang besar, namun mereka sering kali lebih memusatkannya pada bidang jasmani, biologi dan mekanika. Mereka senang membongkar barang – seperti misalnya lampu senter, jam atau radio tua – untuk mengetahui bagian dalam serta cara kerjanya. Mereka menemukan dan menyelidiki apa saja dengan cara merombak. Besar kemungkinannya bahwa mereka akan berjalan dengan kaki basah di dapur dan bertanya, “Ke mana air mengalir setelah masuk pipa saluran?”

Ini tidak berarti bahwa anak perempuan setelahnya tidak menunjukkan minat semacam itu. Banyak yang demikian. Dan banyak pula anak perempuan yang menjadi ilmuwati.


Perbedaan umur

Betapa pun cerdasnya seorang anak, akan berbeda sekali bila umurnya kurang dari lima atau hampir enam tahun ketika masuk taman kanak-kanak. Anak yang lebih muda kurang matang dan kurang berpengalaman jika dibandingkan dengan teman kelasnya. Maka sering kali keadaannya kurang menguntungkan pada hari pertama masuk sekolah.

Sebagai misal, tanggal 1 Juli adalah tanggal terakhir penerimaan murid di sebuah sekolah. Ini berarti bahwa anak yang berumur lima tahun pada tanggal 2 Juli tahun lalu duduk di kelas yang sama dengan anak  yang berumur lima tahun pada tanggal 1 Juli tahun itu. Anak yang masuk taman kanak-kanak pada umur 69 bulan jelas lebih beruntung daripada temannya yang berumur 57 bulan. Anak yang besar lebih selaras, lebih mampu menguasai dorongan hati dan lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas belajar. Jika anak yang muda itu lelaki, ia mungkin jauh lebih sulit bersaing dengan teman-temannya di kelas.

Bagaimanapun kemampuan intelektualnya, banyak anak taman kanak-kanak tidak dapat menjembatani kesenjangan kematangan umur mereka dengan teman-teman satu kelas yang lebih tua dan lebih matang. Mereka pun tak dapat menyesuaikan diri dengan jadwal belajar yang berlaku di kebanyakan sekolah. Meskipun guru dapat membantu anak yang paling muda dan paling belum matang, bantuan itu mungkin hanya bersifat sementara. Ujian sebenarnya ditemukan di kelas satu ketika kebanyakan sekolah menuntut anak belajar membaca. Seorang anak lelaki dengan sedih berkata, “Perutku selalu sakit sebelum ke sekolah. Tetapi aku berangkat juga. Perutku tambah sakit karena aku tak dapat mengikuti pelajaran. Dan semua orang tahu kalau aku tak dapat mengikutinya. Sungguh tidak menyenangkan.”

Guru sering kali sudah dapat menduga masalah ini. Ia meminta agar anak itu mengulang di taman kanak-kanak atau kelas lain supaya dapat “mengejar” teman-temannya yang lebih tua. Sayangnya, banyak orang tua yang sepakat dengan saran guru tersebut tetap juga menuntut agar anaknya dinaikkan kelas. (Minne P. Berson, Ed D.| Yuk-Jadi Orangtua Shalih)

Minggu, 26 Desember 2010

Di balik kerudung

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab [33]:59)

Ketika Hayrunnisa Gul, istri dari presiden Turkey, Abdullah Gul ditanya dalam sebuah wawancara dengan majalah Time beberapa waktu yang lalu, kenapa ia mengenakan jilbab, ia mengatakan bahwa ia sangat yakin islam mengenal perbedaan antara sebuah ruang ‘private’ dan ruang ‘public’. Yang satu adalah keizinan dari Yang Maha Kuasa untuk diperlihatkan kepada khalayak dan yang satu lagi adalah previlese yg hanya dimiliki oleh muhrim (baca: suami). Dan ketika media tersebut mencecarnya dengan pertanyaan bahwa begitu banyak kaum feminis dan modernis Turkey menentangnya (ia sebagai satu-satunya istri presiden Turkey yang berjilbab sejak Republic of Turkey di deklarasikan oleh Kemal Ataturk), dengan enteng ia menjawab, “Apa yang membungkus tubuh saya tidak sama dengan apa yang membungkus otak saya!” Jawaban ini adalah sebuah suara protes darinya akan sebuah pemahaman bahwa jilbab adalah identik dengan kebodohan, penindasan perempuan dan pengekangan seksualitas.


Suatu saat di belahan negeri barat yang terkenal sebagai sebuah kota fesyen dunia, penulis berada di belantara billboard yang hampir kesemuanya menampilkan gambar wanita yang (maaf) lebih kepada titik-titik tubuh yang dapat membangkitkan fantasi seksual. Demikian juga wanita yang lalu lalang disekitar penulis, hampir semuanya mengenakan rok mini, celana sangat pendek dan tanktop. Hal ini adalah sebuah kehidupan sehari-hari yang suka atau tidak suka selalu dapat dinikmati di kota-kota di barat dan menyebar mendunia. Semuanya adalah demi falsafah hidup dengan jargon kata “MODE” yang sedang melanda.

Bagi barat, Mode adalah ideologi. Tempat dimana kebebasan menemukan muaranya, tempat dimana bisnis dengan jaminan jutaan dollar dapat terus menangguk keuntungan setiap tahunnya. Dan yang pasti ideologi ini selalu menjadikan tubuh wanita sebagai simbol utama sekaligus pasar utamanya pula. Dimana peran kaum pria? Disadari atau tidak, pria adalah penentu arah kebijaksanaan kemana arah ideologi “mode” ini membahana. Bukankah seorang pria hampir pasti selalu berada dibelakang rumah mode dunia seperti Gucci, Louis Vuitton, Prada dll? Sekaligus pria juga berperan sebagai penikmat dan pengamatnya

Hal inilah yang dapat dipahami, ketika wanita-wanita muslim di Perancis makin banyak yang menggunakan jilbab dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka pemerintahnya (dengan dukungan pebisnis mode Perancis) bagaikan kebakaran jenggot sehingga melarang penggunaan kerudung di sekolah dan untuk kemudian melarang penggunaan cadar ditempat-tempat umum. Bukankah Perancis selama ini telah menjadi kiblat mode dunia? Dan yang pasti tidak ingin kehilangan muka sekaligus kehilangan jutaan dollar dari apa yang selama ini telah dinikmati dari binis mode yang mendunia tersebut. Hal ini membawa kepada diciptakannya sebuah perang idelogi untuk membendung penggunaan jilbab dengan memberi stempel pada wanita-wanita muslim yang berjilbab sebagai bentuk kebodohan, pengekangan seksualitas dan penindasan hak-hak kebebasan mereka dalam mengekspresikan diri.

Ada yang amat menarik dari tafsir ayat ke 59 dari surah Al Ahzab diatas. Ayat ini turun pada waktu yang amat kondusif dalam priode Madinah ketika perang Ahzab (Khandak) telah usai (setelah tahun ke-6 H). Priode ini ditandai dengan terusirnya kabilah besar kaum yahudi Madinah dan menjadi sebuah priode yang damai dan tenang. Ayat ini tidaklah turun pada masa priode Mekah yang sangat kacau ataupun diawal-awal priode Madinah yang masih membutuhkan kesabaran dalam membangun sebuah masyarakat yang bermoral dan madani. Dapat kita bayangkan jika penerapan hukum jilbab pada priode Mekah atau di awal priode Madinah akan menjadikannya sebuah keputusan emosional dan jauh dari rasionalitas.

Allah Azza wa Jalla ingin memberi pemahaman kepada kita bahwa jilbab adalah sebuah identitas. Penerapan hukum Jilbab bukan ditentukan dengan dasar emosional dan bukan pula untuk melindungi wanita dari gangguan pria-pria musyrik atau kafir saja tapi lebih kepada identitas yang rasional untuk menyatakan jatidiri dan hak untuk dipandang baik oleh siapapun.

Ayat ini juga tidak seperti ayat-ayat lainnya di dalam Al Quran yang menetapkan hukum dengan mengajak kaum mukmin dengan kata-kata”Ya ayyuhalladzi na ‘amanu” (wahai orang-orang yang beriman) tetapi membebankan hal itu kepada Nabi Saw sebagai pemimpin umat untuk mengajak istri dan anak-anak perempuannya terlebih dahulu untuk menutup diri mereka dengan jilbab dan untuk kemudian mengajak laki-laki mukmin agar melakukan hal yang sama terhadap ‘wanita-wanita’ (tafsir: istri dan anak-anak) mereka. Ini memberi pemahaman kepada kita bahwa ada kondisi psikologis yang harus dimiliki seorang suami/ayah sebelum mengajak istri dan anak-anaknya untuk memakai jilbab. Pria sebagai suami atau ayah harus terlebih dahulu merasakan sebuah kondisi yg kondusif dimana ia sangat menginginkan istri dan anak-anak perempuannya untuk menutup aurat mereka sebagai bentuk ketundukkannya kepada Allah dan mematuhi segala perintah-Nya. Jadi tanggung jawab penerapan jilbab ini sebenarnya ada pada pria (baca: suami atau ayah) bukan pada diri wanita (istri dan anak-anak perempuan).

Seorang teman bercerita ketika ia memutuskan dirinya untuk berjilbab, justru ditentang oleh suaminya sendiri tanpa alasan yang jelas. Yang menyebabkan pada akhirnya mereka sering bertengkar dan membuatnya harus mengalah dengan membuka jilbabnya. Hal ini dapat terjadi karena sang suami belum memahami keadaan dan tanggung jawabnya.

Pada dasarnya ada sebuah keengganan bagi pria untuk melihat istri dan anak-anak perempuannya menutup aurat. Ini lebih disebabkan kepada kondisi kejiwaan. Dalam pikiran seorang pria, wanita adalah sebuah keindahan yang selalu dapat mempengaruhi ‘mood’ sang pria. ‘Mood’ ini bergantung kepada pikiran positif ataupun negatif yang ada dalam benaknya. Ketika pikiran positif yang lebih mendominasi, maka ia lebih melihat pada ‘inner beauty’ sang wanita. Ia tidak lagi memandang apa yang dikenakan ataupun tampilan luar dari wanita yang ada dihadapannya tapi lebih kepada ‘aura’ yang dipancarkan oleh wanita tersebut. 'Inner beauty' yang diwakili oleh kecerdasan, kelembutan dan lain-lain. Tapi jika pikiran negatif yang mendominasi, maka yang selalu muncul adalah tampak luar dari apa yang terlihat dan lebih kepada hubungan nafsu hewani yang berdasar pada hubungan ‘jantan’ dan ‘betina’ yang berpengaruh pada (maaf) fantasi seksualnya.

Al Quran dengan bahasanya yang indah menuturkan ‘AGAR MEREKA MUDAH UNTUK DIKENAL.”

Apa yang menjadikan mereka mudah untuk dikenal......?? Adalah pada dasarnya wanita itu memiliki keindahan dengan segala sifat-sifatnya yang positif seperti kelembutan dan kecerdasan. Allah Azza wa Jalla menginginkan hendaklah sifat-sifat ini yang terpancar dari seorang wanita setiap saat. Jika seorang wanita menutup auratnya, maka aura yang terpancar pada dirinya lebih kepada yang bersifat positif sehingga kesan yang timbul adalah baik. Hal ini berbeda jika wanita menonjolkan sisi sensualitasnya maka bisa jadi yang tercermin adalah penonjolan titik-titik tubuh yang dapat membangkitkan fantasi seksual pria. Karena bisa jadi apa terlihat adalah bagai sebuah aura negatif yang bagi pria dapat dijadikan ‘bahan godaan’. Dalam hal ini Al Quran memakai kata-kata “SEHINGGA MEREKA TIDAK DIGANGGU”

Seorang Feminis berkebangsaan Amerika yang bernama Naomi Wolf yang beragama yahudi dalam sebuah artikelnya di sebuah majalah wanita di Amerika pernah menulis, “Saya mengalaminya sendiri. Saya mengenakan jilbab yang serba menutup tubuh saya (kecuali muka dan tangan) dalam sebuah kunjungan ke pasar tradisional Maroko. Memang, sejumlah kehangatan yang saya peroleh dari setiap padangan yang diarahkan kepada saya mungkin berasal dari rasa takjub menyaksikan seorang wanita barat mengenakan pakaian tertutup seperti itu. Namun begitu saya terus berjalan dipasar, disaat belahan dada saya tertutup, bentuk kaki saya tersamar dan rambut panjang saya tidak berkibar, saya menikmati sebuah perasaan nyaman dan tenteram. Saya merasa merdeka (dari rasa was-was) dalam cara tertentu.”

Wolf melanjutkan: “Banyak perempuan muslim yang saya ajak bicara tidak merasa tertindas oleh cadar dan kerudung. Sebaliknya mereka merasa terbebas dari penindasan kaum pria yang dalam budaya Barat menjadikan perempuan sebagai komoditas seksual. Mereka mengatakan, “Ketika saya mengenakan pakaian ala Barat, pria menatap saya, menjadikan saya sebagai obyek, sehingga saya terpaksa membandingkan diri saya dengan standar model di majalah, yang susah sekali disamai. Dan itu akan semakin sulit ketika anda menjadi semakin tua. Semakin melelahkan untuk berusaha menjadi pajangan yang dinilai indah sepanjang hari. Ketika saya mengenakan kerudung atau cadar, orang memandang saya sebagai individu, bukan obyek. Saya merasa dihargai.”

Dalam pandangan Allah Azza wa Jalla, sebuah masyarakat yang baik itu dimulai dari pribadi-pribadi yang baik. Sehingga pribadi-pribadi yang baik inilah kelak akan membentuk sebuah rumah tangga yang menjadi cikal bakal sebuah masyarakat yang bermoral dan madani. Pakaian bagi seorang muslimah adalah sebuah identitas yang membatasi antara ranah ‘public’ dari ranah ‘private.’ Ketika seksualitas dibiarkan berada dalam wilayah pribadi dan diarahkan dalam cara yang menjadikannya suci, hal ini menyebabkan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketika sang suami terjaga dari melihat wanita lain dengan aurat yang terbuka sepanjang hari, maka yang terjadi adalah hasrat dan intensitas yang dahsyat ketika kerudung sang istri dilepaskan di rumah yang mewakili ranah ‘private’. Ketika sexualitas sudah menjadi sebuah komoditas sehari-hari (baca: public) maka apa yang terjadi adalah menurunnya libido dan segala penyakit sexual yang menyertainya.

Dalam sebuah pertemuan dengan para sahabat nya, Rasulullah Saw berpesan, “Sesungguhnya dunia ini indah dan mempesonakan, dan sesungguhnya Allah menyerahkannya kepada kalian. Kemudian Allah akan melihat bagaimana kalian berbuat atas dunia ini. Karena itu berhati-hatilah dalam urusan dunia dan terhadap wanita.” (HR Muslim)

Sabtu, 25 Desember 2010

Mengenali Gaya Belajar Anak Anda

MENGENALI GAYA BELAJAR ANAK
Oleh Ike Sugianto, Psi.(Psikolog anak) : 
6 Kunci sukses Orang Tua dlm mendidik anak :
1. Memahami gaya belajar anak
2. Memahami tahap perkembngn anak
3. Melejitkan potensi kecerdasan anak
4. Kenyamanan & Kegembiraan anak
5. Keteladanan bg anak
6. kekuatan doa bagi anak
Bahasan ini berbicara bagaimana memahami Gaya belajar anak kita.Sudahkah Anda mengenali gaya belajar anak di rumah? Siapa tahu selama ini kita salah menuduhnya malas belajar. Meski bersekolah di sekolah yang sama dan duduk di kelas yang sama, gaya belajar setiap anak ternyata tidak pernah sama. Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak dari satu keluarga, seperti beda dengan kakak, adik atau saudara kembar sekalipun.
Contohnya saat mengikuti pelajaran di kelas, menurut pakar psikologi, ada murid yang begitu tekun menyimak meski si guru menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam. Ada yang terkesan hanya memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak anak yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan murid sebagai pendengar setia.
Secara keseluruhan, ada anak yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai praktek. Siswa seperti ini lebih suka berkutat di laboratorium mengamati dan mempelajari berbagai hal nyata ketimbang mendengar penjelasan si guru. Sedangkan temannya yang lain mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali diselingi nyanyian dan tepuk tangan.
Tidak hanya itu. Ada anak yang harus bersemedi dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya bisa konsentrasi belajar. Akan tetapi cukup banyak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu atau malah ingar-bingar. Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah materi pelajaran menjadi komik atau corat-coret yang gampang “dibaca”.
KONTRIBUSI ORANG TUA 
Apa pun gaya belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Bukankah masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh orang yang berbeda dengan karakter mengajar yang berbeda pula.
Itulah mengapa, perlu menggarisbawahi agar setiap orang tua turun tangan mengamati gaya belajar masing-masing anak. Dengan memahami hal itu, sebetulnya orang tua sudah memberi kontribusi besar dalam keberhasilan belajar anaknya karena si anak jadi mudah menangkap materi pelajaran.
Buktinya, ketidakpahaman orang tua dan guru terhadap gaya belajar anak kerap menimbulkan kesalahpahaman. Ada guru yang tidak senang melihat muridnya asyik bikin coretan-coretan selagi di kelas. Atau ada juga guru yang langsung menegur anak yang terlihat tak bisa diam saat sedang diajar.
Padahal, perilaku corat-coret saat belajar tak mesti berarti ia enggan belajar. Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap materi pelajaran lewat corat-coretnya tadi. Tidak sedikit anak yang cepat ngerti kalau materi pelajarannya disampaikan lewat gambar atau ilustrasi.
Demikian pula dengan anak-anak yang terlihat aktif bergerak ke sana kemari selama di kelas. Anak seperti ini boleh jadi merupakan tipe aktif yang selalu kelebihan energi. Ia menyukai aktivitas fisik dan mudah bosan pada omongan/penjelasan panjang lebar.
MASUK TIPE YANG MANA ANAK ANDA?  
Ada 3 tipe gaya belajar yang biasa dijumpai:
1.     Visual Learner  
Gaya belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar si anak paham.
Ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum ia memahaminya.
Konkretnya, yang bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Untuk mendukung gaya belajar ini, ada bbbrp pendekatan yang bisa dipakai yaitu caranya gunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran. Perangkat grafis tersebut bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri yang dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
2.     Auditory Learner  
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Untuk membantu anak-anak seperti ini, orang tua bisa membekali anaknya dengan tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan anak dalam diskusi juga sangat cocok untuk anak seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
3.     Kinesthetic/Tactile Learner  
Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya.
Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian pelajaran. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.
Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Nah, mereka yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dianjurkan untuk belajar melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu belajarnya.
Hanya saja dalam kenyataannya, pengelompokan ketiga gaya belajar ini tidaklah sederhana. Terbukti, pada beberapa anak ditemukan kombinasi antara satu gaya belajar dengan gaya belajar lainnya. Contohnya adalah anak-anak yang gemar membuat gambar/ilustrasi selagi belajar, tapi juga sibuk merekam pelajaran gurunya. Kendati begitu, “Pasti ada gaya belajar yang dominan dan subdominan. Untuk mengetahui mana yang dominan dan mana yang subdominan, harus dilakukan observasi menyeluruh.”
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH  
Kapan gaya belajar ini mulai dimiliki anak? “Sebenarnya, gaya belajar anak dipengaruhi oleh faktor bawaan atau sudah dari sananya.” Ada anak-anak yang memang memiliki fisik kuat dan prima sehingga cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada juga anak yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih melekat dalam dirinya.
Jika salah satu indra kurang berfungsi secara maksimal, maka umumnya indra lain akan menggantikannya. Jika penglihatan seorang anak kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya, para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat tajam.
Selain itu, pola asuh juga memegang peran penting dalam kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya belajar ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap masing-masing indra anaknya. Anak yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng, boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, anak akan cenderung menjadi seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara anak seorang pelukis yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual. Nah, bagaimana dengan anak Anda?

KENALI CIRI-CIRINYA 
Ciri-ciri dari masing-masing gaya belajar.
  • Auditory Learner, Cirinya :  
   -  Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok  atau kelas.
   -  Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplet.
   -  Cenderung banyak omong.
   -  Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
  -  Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis.
-    Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan    pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.
  • Visual Learner, Cirinya : 
 -  Senantiasa berusaha melihat bibir guru yang sedang mengajar.
 -  Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya anak akan
 -  Melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
 -  Cenderung menggunakan gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata) saat mengungkapkan  sesuatu.
 -  Tak suka bicara di depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain.
 -  Biasanya kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
 -  Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan.
 -  Biasanya dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
  • Kinesthetic/Tactile Learner, Cirinya :
  -  Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya.
  -  Amat sulit untuk berdiam diri/duduk manis.
  -  Suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya  sedemikian aktif
  -  Memiliki koordinasi tubuh yang baik.
  -  Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar.
  -  Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dan sebagainya) dirasa amat sulit oleh anak dengan gaya belajar ini.
 -  Cenderung terlihat “agak tertinggal” dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya  belajar anak dengan metode pengajaran yang selama ini lazim diterapkan di sekolah-sekolah.


Ibu Penjaga Moral Bangsa

"Bunda adalah yang terhebat di dunia
sebab ia melahirkan kehidupan
dan memberi nyawa pada kata cinta."

Abdurahman Faiz (Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil)

Ibu, dengan segala makna di dalamnya. Ia tidak sekadar menjadi istri dari seorang suami. Tetapi ibu merupakan cahaya bagi sebuah keluarga. Penerang jalan bagi anak-anaknya dan mitra kerja yang mendukung sang suami. Ibu, takkan pernah bisa diungkap dengan satu kata. Bahkan beribu kata juga tidak akan mampu mengungkap peran dan jasanya.

Penjaga Moral Anak

Lembaga sosial yang bernama keluarga, tentunya ditopang oleh unsur yang berperan sebagai seorang ayah dan seorang Ibu. Keluarga tidak akan menjadi kokoh dan kuat manakala salah satu unsurnya timpang. Tumbuh kembang sebuah keluarga yang sehat, baik secara jasmani dan rohani mestilah melibatkan semua unsur. Salah satu unsur yang sangat berperan adalah unsur yang bernama ibu.

Ibu, berkontribusi pada penciptaan atmosfer yang kondusif. Hilangnya peran seorang ibu tentunya berpengaruh pada atmosfer kedamaian sebuah keluarga. Sosok ibu mewarnai kebahagiaan. Atmosfer yang kondusif juga sangat menentukan optimalisasi perkembangan pribadi, moral, kemampuan bersosialisasi, penyesuaian diri, kecerdasan, kreativitas juga peningkatan kapasitas diri seorang anak. Tanpa ibu mustahil ada kesuksesan bagi seorang anak manusia.

Penat dan lelah hilang seketika manakala mendengar coletahan sang anak. Tak ada lagi letih ketika melihat senyum sang buah hati. Dengan ikatan emosional yang sangat erat, keberadaan seorang ibu tidak dapat dipisahkan dari seorang anak. Itulah mengapa juga, ibu mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan fisik dan jiwa seorang anak.

Menurut sebuah studi mengenai cara pengasuhan orangtua terutama ibu ternyata berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan fisik dan mental anak. Terbukti dari penelitian terbaru yang dilakukan oleh Professor Ali Khomsan Guru Besar IPB menyimpulkan, semakin baik pola pengasuhan ibu, semakin baik pula kualitas tumbuh kembang si kecil.

Studi yang berlangsung selama 2009-2010 di sembilan provinsi dengan 2.334 responden. Dari sini diketahui, pengasuhan mayoritas anak di Indonesia dilakukan ibu. Hasilnya, dari 80 persen anak yang diasuh baik, 78 persen di antaranya berada dalam status gizi normal atau sehat (vivanews 15/12/10).

Lihatlah, kualitas tumbuh kembang seorang anak berada dalam genggaman seorang ibu. Di tengah gempuran teknologi dan informasi, ibu menjadi benteng yang bisa memfilter. Walau memang tidak sepenuhnya terbentengi, tetapi ibu (dan ayah)tentunya bisa melindungi anak dari hal-hal negatif. Membuat pagar tinggi dan mengurung sang anak tidak akan menyelamatkan anak dari hempasan gelombang teknologi. Tetapi dengan kenyamanan dari seorang ibu, arahan bijak, kepercayaan dan perlindungan akan membuat sang anak lepas dari badai negatif teknologi.

Tugas seorang ibu adalah menanamkan agama yang kuat bagi anaknya. Tanpa itu, akhlak dan moral seorang anak akan tercerai berai. Mengikat anak dengan keimanan kepada pencipta-Nya memberikan modal yang besar bagi anak menghadapi hidup. Perang pemikiran yang berkembang saat ini, sangat membuka peluang terjerembabnya akhlak dan moral seorang anak. Sang Ibu memastikan sang anak mampu mengarungi hidup dengan penuh kekuatan. Memastikan hak-hak anak tidak terabaikan, itulah fungsi ibu.

Pada usia emas, seorang anak sangat dekat dengan ibunya. Ibulah yang hampir 24 jam bersamanya. Tentunya keberadaan seorang ibu akan mewarnai sosok anak seperti apa. Jika ibunya baik dalam mendidik, membekali sang anak dengan berbagai 'senjata' akhlak dan moral tentunya anak dapat melangkah dengan penuh kepastian.

Peran Peningkatan Generasi


Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah Yang Maha Pencipta yang menjadi amanah bagi sebuah keluarga. Tidak hanya amanah yang dititipkan kepada keluarga an sich tetapi juga kepada bangsa ini. Titipan Tuhan ini tentunya harus dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, anak harus di didik, diperlakukan dengan baik, dihargai dan dicintai sepenuh jiwa.

Keberadaan seorang anak adalah sebagai penerus peradaban dan eksistensi kemanusiaan. Yang terbaik bagi anak (best interest of the child), dalam semua tindakan yang menyangkut anak. Kepentingan terbaik bagi anak menjadi pertimbangan bagi seorang ibu. Memberikan yang terbaik merupakan keberlanjutan bagi hidup sang anak.

Pada kenyataannya, ada banyak persoalan yang melingkari masa depan generasi penerus ini. Salah satunya mengenai pelanggaran hak anak. Persoalan pelanggaran hak anak di negara ini ibarat gunung es. Tampak di permukaan hanyalah sedikit dari fakta yang sebenarnya terjadi. Komnas perlindungan anak dalam catatan akhir tahun 2009 menyebutkan bahwa kasus pelanggaran hak anak yang dilaporkan tidak saja naik secara kuantitas melainkan semakin kompleks jenis dan modus pelanggarannya. Apalagi komitmen negara belum nyata, walau sudah ada UU No 23 tahun 2002 yang menegaskan bahwa hak anak adalah bagian dari asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Pada kenyataannya belum efektif.

Berbagai masalah penyelenggaraan perlindungan anak kita temui. Dari soal eksploitasi anak dibidang kerja, dimana hasil survey Pekerja Anak di Indonesia yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik) bekerjasama dengan ILO (International Labour Organization) menunjukan jumlah pekerja anak mencapai 1,7 juta anak. Anak mestinya bermain tetapi dipaksa bekerja layaknya orang dewasa. Belum lagi anak yang menjadi korban pornografi dan tayangan media yang tidak proanak, begitu banyak. Persoalan pemenuhan hak  pendidikan, yang masih menyisakan pekerjaan rumah, masalah pemenuhan kesehatan yang terkait dengan gizi buruk dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, peran keluarga yang dikomandani oleh seorang ibu dan ayahlah salah satu solusi. Tidak bisa sepenuhnya bergantung pada pemerintah. Perlu ada sinergisitas berbagai pihak. Entah itu pemerintah yang direpresentasikan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Swadaya Masyarakat atau Komnas Perempuan.

Memang tidak mudah tapi pasti bisa. Mengingat persoalan ibu/ perempuan dan anak seperti benang kusut. Kesungguhan pemerintah dan masyarakat dari berbagai elemen menjadi ujung tombak keberhasilan program yang menyelesaikan masalah. Momen hari Ibu bisa menjadi refleksi sampai sejauhmana peran seorang ibu dalam memberikan 'nafas' bagi kehidupan sang anak. Nafas yang bisa memaknai hidup si anak lebih baik. Ibu sebagai 'madrasah' kehidupan. Selamanya.

*) Herlini Amran, MA adalah anggota Komisi VIII DPR RI dari FPKS Dapil Kepri.


Belajar bersatu

Ketika kekalahan, tragedi, kelaparan, dan pembantaian mendera jasad Islam kita, kita selalu saja menyoal dua hal: konspirasi Barat dan lemahnya persatuan umat Islam. Tangan-tangan syetan Yahudi seakan merambah di balik setiap musibah yang menimpa kita. Dan kita selalu tak sanggup membendung itu, karena persatuan kita lemah.

Mari kita menyoal persatuan, sejenak, dari sisi lain. Ada banyak faktor yang dapat mempersatukan kita: aqidah, sejarah dan bahasa. Tapi semua faktor tadi tidak berfungsi efektif menyatukan kita. Sementara itu, ada banyak faktor yang sering mengoyak persatuan kita. Misalnya, kebodohan, ashabiyah, ambisi, dan konspirasi dari pihak luar.

Mungkin itu yang sering kita dengar setiap kali menyorot masalah persatuan. Tapi di sisi lain yang sebenarnya mungkin teramat remeh, ingin ditampilkan di sini.

Persatuan ternyata merupakan refleksi dari ’suasana jiwa’. Ia bukan sekedar konsensus bersama. Ia, sekali lagi, adalah refleksi dari ’suasana jiwa’. Persatuan hanya bisa tercipta di tengah suasana jiwa tertentu dan tak akan terwujud dalam suasana jiwa yang lain. Suasana jiwa yang memungkinkan terciptanya persatuan, harus ada pada skala individu dan jamaah.

Tingkatan ukhuwwah (maratibul ukhuwwah) yang disebut Rasulullah SAW, mulai dari salamatush shadr hingga itsar, semuanya mengacu pada suasana jiwa. Jiwa yang dapat bersatu adalah jiwa yang memiliki watak ’permadani’. Ia dapat diduduki oleh yang kecil dan yang besar, alim dan awam, remaja atau dewasa. Ia adalah jiwa yang besar, yang dapat ’merangkul’ dan ’menerima’ semua jenis watak manusia. Ia adalah jiwa yang digejolaki oleh keinginan kuat untuk memberi, memperhatikan, merawat, mengembangkan, membahagiakan, dan mencintai.

Jiwa seperti itu sepenuhnya terbebas dari mimpi buruk ’kemahahebatan’, ’kamahatahuan’, ’keserbabisaan’. Ia juga terbebas dari ketidakmampuan untuk menghargai, menilai, dan mengetahui segi-segi positif dari karya dan kepribadian orang lain.

Jiwa seperti itu sepenuhnya merdeka dari ’narsisme’ individu atau kelompok. Maksudnya bahwa ia tidak mengukur kebaikan orang lain dari kadar manfaat yang ia peroleh dari orang itu. Tapi ia lebih melihat manfaat apa yang dapat ia berikan kepada orang tersebut. Ia juga tidak mengukur kebenaran atau keberhasilan seseorang atau kelompok berdasarkan apa yang ia ’inginkan’ dari orang atau kelompok tersebut.

Salah satu kehebatan tarbiyah Rasulullah SAW, bahwa beliau berhasil melahirkan dan mengumpulkan manusia-manusia ’besar’ tanpa satupun di antara mereka yang merasa ’terkalahkan’ oleh yang lain. Setiap mereka tidak berpikir bagaimana menjadi ’lebih besar’ dari yang lain, lebih dari mereka berpikir bagaimana mengoptimalisasikan seluruh potensi yang ada pada dirinya dan mengadopsi sebanyak mungkin ’keistimewaan’ yang ada pada diri orang lain.

Umar bin Khattab, mungkin merupakan contoh dari sahabat Rasulullah SAW yang dapat memadukan hampir semua prestasi puncak dalam bidang ruhiyah, jihad, qiyadah, akhlak, dan lainnya. Tapi semua kehebatan itu sama sekali tidak ’menghalangi’ beliau untuk berambisi menjadi ’sehelai rambut dalam dada Abu Bakar’. Sebuah wujud keterlepasan penuh dari mimpi buruk ’kemahahebatannya.

Anis Matta

Selasa, 21 Desember 2010

Selamat Hari IBU

Menurut catatan  akhir tahun komnas perlindungan anak,  http://wandahamidah.blogdetik.com/ Pada periode Januari - Desember 2009, Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 102 pengaduan anak hilang dari masyarakat. Sebanyak 22 orang diantaranya raib dari Rumah Sakit, klinik bersalin, dan Puskesmas. Setahun kemudian, bukannya menyusut malah meningkat manjadi 110 kasus. Dari jumlah itu, 26 anak hilang dari lingkungan rumah, sekolah, dan tempat-tempat bermain anak. Bayi yang menjadi sasaran penculikan di Rumah Sakit, Klinik bersalin maupun Puskesmas umumnya adalah bayi-bayi berumur di bawah lima hari.
Dari kasus di atas nampak jelas bahwa anak telah dijadikan sebagai komoditas baik oleh orang tuanya maupun oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab, yang ingin mengambil keuntungan dari keluguan, kelucuan dan ketidakberdayaan  seorang anak. Bagi orang tua yang belum dikarunia anak, amat berharga bila dapat mengadopsi anak yang lucu dan imut, walaupun asal-asulnya belum diketahui.  itulah sebabnya kasus jual beli anak sangatlah marak di satu sisi ada ibu/keluarga inti yang sebenarnya tidak menginginkan kelahiran anak karena faktor hamil diluar nikah atau karena faktor ekonomi dan di sisi lain ada konsumen yg ingin menimang bayi maka terjadilah jual beli anak. Selain itu faktor ekonomi kerap kali menjadi alasan utama memperkerjakan anak di bawah umur, sehingga bermunculanlah para anjal (anak jalanan) yang kerap meramaikan jalanan kota-kota besar di Indonesia. Dampak negatifnya keluguan mereka rentan terpengaruh premanisme sehingga mereka tumbuh sebagai pribadi yang labil dan tak terdidik. Anak laki-laki kebanyakan jadi germo, pil dan pengedar narkoba, yang perempuan pun tak jauh-jauh banyak terjerumus ke lembah hitam.
Dari hasil diskusi terarah (Focus Group Discussion) yang diadakan Komnas Anak dengan 4.726 anak-anak pelajar Sekolah Menengah Atas di 12 kota besar, pada 2009 lalu, terungkap sejumlah data mengejutkan. Sekitar 21,22% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi, dengan berbagai alasan. Angka itu tak mengejutkan mengingat  tak kurang dari 93,73% responden mengaku pernah berhubungan seksual dengan teman sebaya, pacar, atau orang lain
Jika tidak dijual atau diaborsi, masih ada satu lagi kemungkinan penderitaan bayi-bayi di negeri ini, yaitu dibuang. Sepanjang tahun 2009-2010, Komnas Anak memantau 824 kasus pembuangan bayi. Sekitar 68% dari bayi yang dibuang itu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Lokasi pembuangannya beragam, mulai bak sampah, halaman atau teras warga masyarakat, sungai, got, dan pembuangan air selokan, rumah ibadah, rumah bersalin, terminal bis sampai stasiun kereta api, halte dan tempat pemakaman umum.
Lolos dari fase rawan saat masih bayi, tidak berarti anak-anak bebas dari kesengsaraan. Ancaman penculikan masih menghantui. Anak bibawah 12 tahun biasanya diculik untuk dijadikan pengemis, pengamen, atau dipaksa bekerja ditempat pelacuran. Sejumlah data mengenai skala kejahatan perdagangan anak yang doperdagangkan per tahun, 30 persen di antaranya adalah perempuan di bawah 18 tahun. Nasib mereka biasanya berakhir di lokasi prostitusi.
Investigasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Pontianak beberapa tahun lalu menemukan ratusan remaja Indonesia terdampar di rumah-rumah pelacuran di perbatasan Brunei Darussalam - Malaysia. Sebuah sindikat perdagangan anak yang terorganisir rapi, menculik anak-anak ini dari Indonesia dan menjual mereka ke cukong-cukong pemilik rumah bordil di sana.
Kekerasan seksual memang salah satu ancaman paling nyata didunia anak. Komnas Anak setiap harinya menerima pengaduan  kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada kurun waktu 2010 menunjukkan bahwa pelaku kekerasan justru biasanya orang yang dikenal anak.  Sebagian besar korban adalah anak perempuan berusia 6-15 tahun, meski ada juga satu kasus dimana korbannya masih berusia kurang dari 1 tahun.
Tak tahan dengan kondisi mengenaskan di rumah, tak sedikit anak yang memilih melarikan diri ke jalanan. Pada tahun 2010, ketika pertama kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan ada sekitar 240.000 anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia. Sekitar 5-7% dari mereka, mengaku lari dari rumah karena kekerasan dalam rumah tangga. Setiap tahun, jumlah anak jalanan terus meningkat. Direktorat Jenderal Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial pada 2009 mencatat ada 5,4 juta anak terlantar di seluruh Indonesia.
Itu baru soal kekerasan terhadap anak. Eksploitasi ekonomi atas anak juga masih menjadi masalah besar di Indonesia. Pada tahun 2000, Badan Pusat Statistik menemukan ada 2,1 juta anak di Indonesia yang bekerja pada situasi buruk. Sekitar 50% dari total pekerja anak itu, bekerja sampai 35 jam seminggu.
Data International Labour Organization (ILO) bahkan menunjukkan angka yang lebih banyak. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang khusus menangani isu perburuhan itu menemukan sekitar 8 juta pekerja di Indonesia berusia di bawah 15 tahun. Umumnya mereka bekerja pada sektor-sektor pekerjaan yang sebenarnya terlarang untuk anak, seperti industri perikanan (umumnya anak dipekerjakan sebagai penjaga jermal-usaha penangkapan iklan di lepas pantai), pertambangan, konstruksi, transportasi, dan industri kimia.

Inilah potret kusam masalah anak di negeri ini. Jika kita para orang tua khususnya ibu masih mengatakan everything is gonna ok maka realitas yang berbicara. Mungkin kita beranggapan anak kita bisa kita didik di rumah-rumah kita dan tak ada efeknya, maka anak kita juga adalah pribadi sosial yang akan bergaul dengan orang lain dan lingkungannya, dan jika tidak ada penguatan dari keluarga terhadap anak kita maka jiwa labilnya akan senantiasa terpengaruh oleh hal-hal negatif yang dia temui di lingkungan sekolah maupun rumahnya.  Ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak-anak. Penguatan emosional Quotion (EQ) dan Spiritual Quoation (SQ) menjadi hal yang mutlak diberikan dalam masa perkembangannya terutama pada saat golden  age (0-5 tahun). kasih sayang dan pendampingan yang terus menerus kita berikan sehingga anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan didikan rumah lebih diutamakan dari lingkungan luarnya. Menjadi ibu yang trampil mutlak diperlukan untuk mengatasi problem sosial yang kita hadapi saat ini. Ibu yang tdk hanya sebagai orang yang melahirkan anaknya tetapi bisa pula menjadi sahabat bagi anaknya dalam menjalani kehidupannya dan terutama menjadi teladan yang baik bagi keluarganya. Saya ingin mengutip sebuah hadits Rasulullah tentang bagaimana mendidik anak.
Jika anakmu berusia 1-7 tahun didiklah dengan bermain
Jika anakmu berusia 7-14 tahun didiklah dengan kedisiplinan
Dan jika anakmu  berusia di atas 14 tahun didiklah dengan menjadi sahabatnya.
Pr kita sebagai  ibu masih banyak  semoga dengan bekal keikhlasan dan kasih sayang,  amanah sebagai ibu itu bukan menjadi beban bagi kita bahkan menjadi rahmat karena kita sudah dianugerahi Allah dipanggil oleh anak kita sebagai "IBU"

Selamat Hari Ibu



Catatan kecil ba'da ashar

Senin, 20 Desember 2010

hukum karma

Alkisah ada sebuah keluarga yang terdiri dari ibu, ayah dan seorang anak perempuannya, karena kesibukan keduanya yang sangat padat akhirnya anak semata wayang mereka dititip ke babysitter yang khusus dikontrak oleh orang tuanya untuk menjadi anak bayinya, setelah menginjak usia setahun babi sitternya minta pensiun karena sdh mau pulang kampung, akhirnya karena belum menemukan babysitter yang bisa menjaga  jadilah anak tersebut dititip ke tempat penitipan anak untuk sementara. Sampai usia 3 tahun balita mungil tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda  bersosialisasi dengan orang lain akhirnya kedua orang tuanya memasukkan ke sekolah playgroup yang full time. Jika pagi hari si kecil mungil diantar ke sekolah dan menjelang senja baru pulang ke rumah bersama-sama dg orang tuanya. Malam hari karena sudah dinner di luar rumah mereka bertiga, ayah, ibu dan anak tinggal tidur saja supaya bisa fit menghadapi hari esok. Menginjak usia remaja anaknya dimasukkan ke sekolah berasrama agar anaknya bisa tekun dan tdk terganggu konsentrasi belajarnya, praktis pertemuan orang tua dan anak hanya jika anak tersebut mendapat jatah liburan weekend oleh sekolah. Dan ketika selesai kuliah anak gadis tersebut  diterima kerja di sebuah perusahaan besar di luar negeri, sehingga praktis pertemuan anak  dan orang tua hanya setahun sekali jika libur hari raya. Kemudian setelah anak gadisnya menikah dg pilihan hatinya, kedua orang tuanya sudah pensiun  berharap bisa tinggal bersama-sama dengan anaknya...tetapi apa yang terjadi anaknya menolak dan menunjuk sebuah panti jompo yang sangat moderen sebagai tempat tinggal orang tuanya karena anak dan suaminya sangat sibuk mengurusi perusahaan yang baru mereka rintis...Alkisah jadilah kedua orang tua tersebut tinggal di panti jompo ditemani oleh para suster yang ramah dan bersahabat karena tuntutan profesi mereka sampai akhir hayatnya dan hanya bertemu dengan anaknya jika liburan weekend atau hari raya....

Catatan kecil menjelang maghrib

Sabtu, 18 Desember 2010

The secret of happyness

Beberapa hari yg lalu aku berjanji akan menceritakan dua kisah ttg hal2 yg menyangkut pemuda..baru satu aku cerita.Kali ini aku tunaikan.Mudah2an di tengah maraknya diskusi keagamaan yg konservatif 'fanatik' dgn yg 'liberal' mudah2an kisah ini memberi jalan tengah..Buatku diskusi2nya sehat tapi kalau berlarut memang tak produktif. Padahal sdh saatnya kita bersama mengisi kemerdekaan negeri ini dgn baik. Tak boleh ada yg menyematkan diri sbg centre of the world. Paling benar dan paling suci. Karena elemen kebenaran itu ada di mana2..Cerita yg akan kukisahkan ini mewakili sikapku dan bgm sebaiknya membangun jembatan pengertian utk kebaikan bersama..Ceritanya dari Paolo Coelho. Novelis yg aku suka. Tapi ceritanya saya kira bisa memberi solusi terhadap apa yg kerap kita diskusikan..
Paolo Coelho bercerita ttg seorg pemuda yg mengembara mencari tahu dan jawaban ttg the secret of happiness. Mengembara memaknai bahagia..Oleh teman2 dan org tuanya, ia disarankan utk menemui seorg pertapa, org suci, yg mungkin sekali memberi jawaban atas kehampaan hidupnya.Walaupun perjalanannya bgt berat, keinginannya utk menggapai kemenangan dan kebahagiaan mengalahkan segalanya.He has to meet the holy man Setelah menempuh perjalanan berat siang dan malam, akhirnya si pemuda bertemu dgn org suci yg dimaksud...Tapi si pemuda terkejut, karena si org suci yg ditemuinya itu berbeda sekali dgn gambaran org suci yg ada di benaknya sebelumnya.. Dibenaknya, org suci atau pertapa itu biasanya identik dgn rambut panjang terurai,pakaian putih merumbai,hidup di hutan sepi dan di gubuk. Pertapa atau org suci pokoknya memilih jalan yg sunyi dan sendiri. Jauh dari hiruk pikuk lingkungannya..Tapi pertapa yg ditemui si pemuda ini berbeda sekali ternyata dari gambaran pertapa yg ada di benak si pemuda tadi..Pertapa yg dihadapinya ternyata sosok yg hidup di castle dan istana yg sangat indah. Kesehariannya diliputi keramaian tak terkira..Utk sekedar menemui dan berbicang dgnnya, si pemuda perlu antri berjam2 krn tamu si pertapa yg bgt banyak dan beragam..Setelah menunggu lama, akhirnya si pemuda memperoleh giliran utk menyampaikan keinginan dan maksud hatinya pada sang pertapa.."Wahai anak muda, apa yg mendorong hatimu ingin menemuiku?" Kata si pertapa bijaksana.."Aku ingin menikmati hidupku dan mencari rahasia kata bahagia" kata si pemuda..Si pertapa tertegun, dan berkata" ungkapan hatimu bgt sederhana. Aku hrs menemui yg lain terlebih dahulu"."Tapi krn perjalanan dan perjuanganmu utk menemuiku sdh demikian keras, kita akan mendiskusikannya nanti" kata si pertapa lembut. "Tapi selama engkau menunggu giliranmu menemuiku, ada baiknya engkau anak muda jalan2 dulu melihat puri atau istanaku ini.."Dan slama engkau mlihat istanaku,aku titipkan sebuah sendok dan dua tetes minyak di atasnya.Tolong jaga baik2 agar dua tetes ini tdk jatuh!Si pemuda ini mulai melihat dan mengelilingi istana si pertapa dgn sendok dgn dua tetes minyak di atasnya yg di jaga dgn sangat hati2..Setelah berjam2 dan penat akhirnya si pemuda dipanggil oleh si pertapa dan menanyakan pengalamannya mengelilingi istana miliknya..Anak muda, bgm pendapatmu ttg perpustakaanku? Tanya si pertapa. Krn dia yakin si pemuda pasti ke sana. Si pemuda kaget, krn dia memang telah ke perpustakaan..Tapi karena kekeuh dan istiqomah menjaga sendok dan dua tetes minyak di atasnya dia tak sempat membaca apa2 di perpustakaan si pertapa..Oke kalau kau tak sempat menikmati perpustakaanku, bagaimana pendapatmu anak muda ttg taman2ku yg didisain oleh cerdik cendikia?Si pemuda kaget,krn memang dia sempat di taman tapi tak bisa menyaksikan dan belajar apa2.krn kekeuh menjga sendok dan dua tetes minyak tadi. Bgm ttg makanan2ku yg bgt lezat dan musikku yg mengalun bgt indah?Si pemuda lagi2 tak bisa menjawab apa krn keistoqomahannya menjaga sendok dan dua tetes minyak di atas nya utk tidak jatuh.Anak muda, kata sang pertapa. "Kamu tak akan bisa mempercayai nasehat seseorg sebelum kau kenali dalam tempat tinggalnya...Ayo kembali mengenali dan mengelililingi puriku dan jika selesai sgr kembali menemuiku..Seperti beban berat yg tiba2 saja diturunkan dari pikulannya, si pemuda sgr mengelilingi istana sang pertapa..Setelah selesai si pemuda menghadap dan bertemu lagi dgn si org suci. Dan oleh si org suci dia kembali ditanya pertanyaan yg sama ..Wahai pemuda, bgm menurutmu ttg perpustakaanku? Si pemuda bgt fasih menceritakan buku2 yg ada. Bgm pendapatmu ttg taman,musik dan makanan2ku?Si pemuda juga mampu menceritakan ketakjuban2 yg dirasakannya.si pemuda merasa bgt gembira. Okelah anak muda. Nampaknya dirimu sdh mengetahui dan menguasai semuanya.tapi mana sendok dan 2 tetes minyak yg aku titipkan padamu tadi?. Si pemuda bgt terkejut dan terhenyak.Keasyikannya mengelilingi, mnikmati dan memplajari banyak hal melupakannya dari menjaga sendoknya. Wahai anak muda" kata si pertapa. Kunci bahagia dan sukses membangun jembatan pengertian itu sederhana..Kelilingi, kunjungi dan pelajari apa saja tanpa jarak psikologis apapun ada di hatimu. Temui siapapun dan dimanapun..Tapi pada saat yg sama, jgn lupa menjaga sendok dan dua tetes minyak di atasnya jgn sampai jatuh....Entah relevan atau tidak aku tak tahu pasti. Yg penting sdh diceritakan :) mau kritik silahkan saja :)Yg jelas buatku sederhana, bangsa ini butuh bukan type pertama yg kekeuh membabi buta menjaga sendok tanpa mau terbuka utk belajar.. Bangsa ini juga tak butuh type yg kedua yg maunya liberal apa saja tapi tak jelas lagi kemana sendok dan dua tetes minyak di atasnya..Yg dibutuhkan bangsa ini adl sosok yg open minded, terbuka dan mau belajar tapi tetap punya kekhasan dan jati diri. Mudah-mudahan bermanfaat

Disadur dari twitter

Pak Zulkieflimansyah@BangZulPKS

Staf pengajar FEUI. Senior Fellow Kennedy School of Government, Harvard University. Anggota DPR RI komisi 7 2004-2014 
http://zulkieflimansyah.com/






.














Senin, 13 Desember 2010

ajarilah anakmu sastra karena dapat mengubah anak pengecut menjadi pemberani

sebagaimana ritual setiap hari, diwaktu malam hari anak-anak minta diceritakan sebuah atau 2 buah atau bahkan berbuah-buah (saking banyaknya) kisah sebelum mereka tidur atau sebenarnya sampai mereka tidur....sambil search kisah-kisah menarik di internet -buku dongengnya sudah selesai dibacakan semua dan sudah berulang-ulang dibacakan- akhirnya dapatlah sebuah blog yg berjudul cerita anak, lebih banyak berkisah tentang abu nawas dan rajanya yaitu Harun al-rasyid yaitu kisah 1001 malam, yang membuat saya tertarik karena prolog yg diberikan oleh situs tersebut sangat menggugah perasaan saya...prolognya berbunyi sbb: "Ajarilah anakmu sastra karena sastra dapat mengubah anak yang pengecut manjadi pemberani...woww. Sebagai orang dengan basic pendidikan non sastra kata ini sangat menggelitik karena sampai saat ini bagi sebagian orang "sastra" dipandang sebagai suatu ilmu yg "rendah" dan kurang dihargai. Orang tua lebih cenderung memprioritaskan anaknya belajar berhitung dan sains ketimbang belajar puisi dan prosa. Padahal ilmu yg dipandang rendah tersebut kini telah menjadi penghasil uang yang berlimpah ruah. Misalnya saja siapa orang yg mengenal profesor yang ahli dibidang sains kecuali para mahasiswanya yg pernah diajarin oleh profesor itu, tapi coba tanya siapa penyanyi paling populer saat ini banyak pilihan mulai dari rock (khusus indonesia ya) andra n the backbone (benar gak ejanya habisnya kurang ngefans sih) terus yg romantis2 gitu dech macam ungu, peterpan dll. mereka lebih dikenal ketimbang prof tadi yg pintar luar biasa. Intinya bahwa sebenarnya sastra pun perlu kita ajarkan kepada anak kita,  bukan semata-mata sebagai maisyah (penghasilan) bagi mereka tapi untuk melatih jiwa-jiwa mereka.  Bukankah Al-Qur'an sebagian besar berupa kisah orang-orang terdahulu dan bagaimana  kisah orang-orang yang akan datang....Ini menunjukkan bahwa Islam menekankan pentingnya sastra (sejarah-kisah) supaya dapat mengambil pelajaran (hikmah) Karena hikmah itu adalah sesungguhnya milik kaum muslimin, dimanapun dia berada maka orang mukmin  berhak mengambilnya Dengan sastra pun kita bisa mengasah athifiah (kelembutan) anak-anak kita supaya lebih peka perasaannya, sehingga tidak perlu dengan kekerasan u menegur mereka cukup dengan pandangan mata dan kata-kata mereka sudah mengikutinya. Dikemudian hari dengan kelembutan hati,  dapat menjadikan anak-anak kita mampu   mengarungi luasnya lautan kehidupan yg bertabur kesenangan dan kesulitan ini dengan penuh keberanian....dengan idzin Allah azza wa jalla insya allah

Jumat, 10 Desember 2010

semangat saja tak cukup

semangat itulah yang tampak dari wajah dan gerak-geriknya, semangat untuk melakukan perubahan dan perbaikan, saya membayangkan begitulah diriku ketika masih seumur dia, penuh idealisme dan ide-ide besar, belum tersentuh yang namanya realita kehidupan, belum merasakan pahit getirnya kehidupan, mungkin seperti itu. semangat yang berangkat dari pengetahuan yang terbatas tentang apa yang dilakoninya, baginya mungkin itulah kebenaran tapi sesungguhnya banyak yang harus dipertimbangkan, terkadang kita tidak hanya bisa mengandalkan idealisme semata, perlu juga dibarengi oleh kondisi waqi'iyah yang ada. Semua dipandang hitam dan putih saja dan tiada warna lain, seperti itulah yang terjadi pada diriku, dengan semakin bertambahnya umur semakin banyak yang harus saya pertimbangkan, mungkin orang akan menilainya sebagai lunturnya idealisme dan cita-cita tapi bagi saya itulah kenyataan yang harus dihadapi. ada masa kita membutuhkan orang yang hanya mengandalkan semangat tapi itu tdk boleh terlalu lama, semangat itu harus pula diisi dengan pemahaman yang menyeluruh sehingga tidak menyimpang dari garis yang sdh ada, Saya mengingat kisah tentang kaum khawarij dimasa Rasulullah saw, mereka sangat kuat dalam beribadah mahdhah tetapi berani menentang Rasululullah dan para shahabat, yaumiannnya sangat sempurna tetapi mengkafirkan sesama muslim. Itu disebabkan pemahaman mereka yang belum syamil tentang Islam. Dan akhirnya kemudian mereka diperangi karena sikap mereka yang sdh menyimpang dari sunnatullah.
Dakwah ini memang membutuhkan waktu yang lama untuk menampakkan hasilnya dan dalam perjalananya butuh kesabaran dan ketekunan dalam menghadapi semua rintangan. Dan proses yang lama itu kadang disertai semangat yang menyala-nyala kadang pula dengan setengah hati, sehingga kalau tidak memahami dengan benar tabiat dakwah maka bisa luntur di tengah jalan. Oleh karena itu perlunya pemahaman yang jelas tentang kearah mana dakwah ini akan kita bawa. kejelasan dari awal itu perlu sehingga jika menjumpai halangan maupun rintangan tdk berhenti di jalan dan tetap tegar memperjuangkannya. sampai akhir hayat. Semangat perlu tapi lebih utama lagi dibarengi dg pemahaman yg menyeluruh tentang tabiat dakwah itu sendiri. Kuncinya adalah belajar dan belajar krn hidup adalah proses, jangan pernah merasa tua untuk belajar dan terus belajar sampai akhir hayat.....

belajar ngeblog....

Awalnya saya kurang menyukai aktivitas yg satu ini jadi "blogger" mengapa ? alasannya banyak, pertama karena untuk memulainya susah, pengetahuan tentang edit mengedit blog saya sanga kurang, saya belajar fban dan twitteran pun  otodidak gak baca buku atau nanya orang langsung blasss mengalir begitu saja. Tetapi kalo dibandingkan dg fb dan twitter blog itu lebih rumit, sampe detik inipun saya masih belajar bagaimana menglayout blog ini supaya tampilannya keren  kayak blog2 yg lain yg sdh sering saya kunjungi. Tetapi saya ingat kata ustadzah saya "man jadda wa jadda" siapa yg bersungguh sungguh maka ia akan mendapatkannya. Dimulai dari search blog-blog yang manis dan laris manis akhirnya saya memulai aktivitas ini. Bingung juga sih apa temanya, kayaknya semua tema sdh tersedia dihadapan para onliners mulai dari blog ringan yg berisi kumpulan  dongeng yg biasa jadi bahan acuan saya buat dongeng anak-anak sebelum tidur sampe yg berat seperti blog tentang tafsir Al-Qur'an. Tapi saya yakin tulisan (blog) orang itu mencerminkan keistimewaannya, setiap manusia diberi keistimewaan yg berbeda-beda oleh Allah tak ada satu pun manusia yg sama persis walaupun dia kembar identik. Jadi mulailah petualangan saya di dunia blogger ini. Temanya gak jauh-jauh dari aktivitas sehari-hari saya yaitu being muslimah, duat, wife n mother. Bismillah kataku dalam hati, apalagi mengingat obsesi yg belum kesampaian menulis buku waduh semakin tertantang rasanya. Tapi emang jadi blogger itu susah susah gampang. Kesulitannya karena blog itu isinya tulisan yg panjang bukan hanya sekedar komen atau like saja seperti fb atau twitter, sedangkan jiwa penulis saya itu mengikuti suasana, kadang butuh kesunyian dan kontemplasi seperti saat sekarang ini baru timbul moodnya, kalo ditengah keramaian mending ngomong aja supaya lekas selesai. Akhirnya nyari yg gampang copas aja dr tulisan/blog orang lain. Alhamdulillah begitu banyak penulis yang murah hati mengijinkan tulisannya saya share diblog ini, walaupun dg catatan sumbernya saya sebutkan juga (terima kasih ya kepada all narasumber yg baik hati mengijinkan sy membagi tulisannya di blog ini) namun ada beberapa tulisan sy gak tau siapa narasumbernya sehingga sampai saat ini belum disebutkan. Tapi sesungguhnya blog ini diutamakan bagi saya sebenarnya bukan bagi orang lain, sebagai bahan baku saya dalam menjalani kehidupan ini. Misalnya tema parenting saya kumpulkan tulisan dr berbagai sumber untuk saya gunakan dalam mengasuh dan mendidik anak-anak saya. Kategori liqoat saya pakai sbgi bahan muhasabah saya, materi muslimah  muatannya adalah motivasi bagi saya pribadi sedangkan nasyid menggambarkan betapa nyeninya saya ini (sy juga bs nasyid lho). kalaupun ada manfaatnya bagi orang lain alhamdulillah itulah nilai plusnya kita jadi blogger. Ala kulli hal saat ini sy cukup puas dg kemajuan  yg dicapai o blog ini dari yg tampilannya rame banget (tq ya yg sdh kasih komen di blog saya) saya upayakan sesederhana mungkin, ketrampilan sayapun semakin bertambah mengenai ngeblog ini. Saya berharap kedepannya blog ini semakin berkualitas bukan saja tampilannya tapi juga isinya. Sumbang kritik, saran dsb sangat saya butuhkan agar blog ini bisa memberikan manfaat yg optimal bagi banyak orang. Tulisan ini belum berakhir ya...nanti dilanjutkan dilain waktu

Kamis, 09 Desember 2010

Rashidul Harakah (Aset Utama Pergerakan)

Ikhwah fillah,
Dalam pergerakan Islam, aset utamanya bukan harta, gedung-gedung yang dimiliki, ataupun pos-pos jabatan strategis yang telah diraihnya. Yang menjadi aset utama gerakan (rashidul harakah) adalah kader. Satu orang kader tidak dapat dibandingkan dengan sekian milyar dana, karena menyadarkan seseorang hingga mendapatkan hidayah adalah pekerjaan amat besar yang tidak bisa ditukar dengan materi seberapapun.

Rasulullah SAW sendiri telah memberikan kabar betapa besarnya “nilai” hidayah, hingga satu orang saja yang berhasil didakwahi, itu lebih baik dari onta merah.

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seorang laki-laki melalui tanganmu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (HR. Bukhari Muslim)

Onta merah adalah harta orang Arab yang paling mahal saat itu. Sementara dalam hadits lain disebutkan “lebih baik dari dunia seisinya.”

Menyadari bahwa kita adalah aset utama dakwah
Ikhwah fillah,
Hakikat besar ini perlu disadari oleh semua kader dakwah. Bahwa dirinya adalah aset utama harakah. Kesadaran ini dengan sendirinya akan mengarahkan seorang kader untuk sungguh-sungguh menempa dirinya menjadi yang terbaik. Sebab kemajuan dakwah akan dipengaruhi oleh kemajuan kader-kader seperti dirinya. Sebab masa depan dan pencapaian dakwah akan berbanding lurus dengan kualitasnya.

Menempa diri menjadi kader-kader pilihan (rijaalul khiyariyah) merupakan keniscayaan. Dan pekerjaan besar ini bukan semata tanggung jawab struktur gerakan (tanzhim harakah), melainkan juga tanggung jawab pribadi masing-masing kader. Itulah sebabnya ada istilah tarbiyah dzatiyah yang harus secara serius dilaksanakan oleh kader dakwah.

Kader dakwah, yang dalam Al-Qur'an dicitrakan dengan gelar “rabbani” sesungguhnya menyiratkan perbaikan kualitas yang harus menjadi agenda prioritas kader sebagai aset utama gerakan (rashidul harakah).

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” Akan tetapi, (dia berkata) “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali Imran : 79)

terkait dengan makna rabbani ini, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari yang dikenal dengan sebutan Imamul Mufassirin mengatakan bahwa rabbani adalah seseorang yang memenuhi beberapa kualifikasi sebagai berikut:
1. faqih, dalam arti memahami Islam dengan sangat baik
2. 'alim, dalam arti memiliki ilmu pengetahuan
3. bashir bi as-siyasah, dalam arti melek politik
4. bashir bi at-tadbir, dalam arti melek manajemen
5. qaim bi syu'uni ar-ra'iyah bimaa yuslihuhum fi dunyaahum wa diinihim, yaitu melaksanakan segala urusan rakyat yang mendatangkan kemaslahatan mereka, baik dalam urusan dunia maupun agama.

Secara da'awiyah, hamba yang rabbani akan menjadi syakhshiyyah da'iyah yang pada akhirnnya mampu menjadi murabbi dan beramal jamai, lalu bersama-sama dengan kader yang lain akan melakukan aktifitas yang tertata dengan rapi. Ia terus aktif dan bergerak dalam sebuah barisan yang kokoh, serta berkontribusi di tengah masyarakatnya.

Secara sosial, hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah ijtima'iyah yang memiliki keahlian, kepedulian dan menjadi tokoh di masyarakat. Ia menjadi rujukan dalam mencari solusi setiap problem di tengah masyarakat. Akhirnya, hamba yang rabbani pun dapat mengarahkan masyarakat pada pengamalan Islam yang utuh.

Selanjutnya, sampailah hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah dauliyah yang memiliki wawasan global, menjadi pelopor perubahan, dan menjadi negarawan. Dalam konteks sekarang, kader dakwah yang telah menjadi hamba rabbani akan menjadi politisi yang unik dan khas di dunia perpolitikan. Ia bergaul dengan para politisi yang lain, namun memiliki keistimewaan dibanding mereka. Ada visi dan misi yang diemban yang menjadi landasan geraknya. Ia menjadi orang yang kuat karena visi misi tarbiyahnya.

Tarbiyah Madal Hayah
Ikhwah fillah,
Bahwa kader adalah aset utama gerakan (rashidul harakah), maka ia harus dijaga sebaik-baiknya. Jangan sampai ada kerusakan, jangan sampai ada fluktuasi nilai, jangan sampai futur dan stagnan. Sebaliknya, seiring berjalannya waktu dan besarnya tugas dakwah, kader sebagai aset utama gerakan harus semakin tinggi nilainya, semakin dinamis dan berkualitas.

Maka tidak ada cara lain kecuali mengimplementasikan tarbiyah madal hayah; pembinaan dan pendidikan sepanjang hidup. Tarbiyah merupakan pintu gerbang bagi tegaknya aspek kekuatan umat Islam. Ia merupakan aspek pokok yang menjadi akar bagi aspek-aspek yang lain, baik itu kekuatan ekonomi, politik, hukum, sosial, maupun militer.

Allah SWT telah memerintahkan kepada umat Islam dalam surat Al-Anfal ayat 60 agar menyiapkan berbagai kekuatan secara maksimal dengan berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu} kamu menggetarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal : 60)

Kata min quwwatin pada ayat di atas berbentuk isim nakirah. Artinya, ayat tersebut mengandung perintah yang besar dan menyeluruh. Seluruh kekuatan wajib disiapkan oleh umat Islam baik pada setor ekonomi, pendidikan, sosial, ruhiyah, jasadiyah dan lain-lain. Adapun tarbiyah adalah penopang seluruh kekuatan yang harus disiapkan umat Islam. Dari tarbiyah inilah ruh dakwah yang syumul akan tumbuh berkembang menjadi pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan bergerak bersama Islam. Selain itu, juga tumbuh menjadi sosok panutan di tengah masyarakatnya dengan keteladanan dan kontribusi positif.

Ungkapan tokoh umat untuk menyemangati proses tarbiyah kita
Imam Syafi'i mengingatkan:

Siapa yang tidak belajar (ta'lim) pada masa mudanya maka takbirkanlah empat kali untuk kematiannya. Demi Allah, yang namanya pemuda adalah yang berilmu dan bertaqwa. Jika tidak ada keduanya maka jangan anggap dia itu ada.
Dalam risalah Hal Nahnu Qaumum 'Amaliyun Hasan Al-Banna mengatakan :

Sesungguhnya tujuan pertama gerakan dakwah adalah mentarbiyah jiwa, memperbarui spirit, dan penguatan akhlak serta menumbuhkan peran pentingnya di tengah-tengah umat. Mereka meyakini bahwa itu adalah asas pertama yang harus dibangun untuk kebangkitan umat dan bangsa.

Sedangkan Yusuf Qardhawi mengungkapkan:

Adapun tarbiyah adalah hal terpenting dan utama dalam gerakan dakwah, karena tarbiyah adalah asas perubahan, dan gelombang kebaikan serta perbaikan. Jika tida ada maka kehidupan yang islami atau merealisasikan undang-undang Islam hanyalah menjadi mimpi.
Musthofa Masyhur mengatakan:

Pribadi muslim adalah pilar bagi keluarga, masyarakat, dan negaranya. Jika tarbiyahnya kuat maka kuat pula bangunannya tersebut.
Semoga ungkapan para ulama tersebut menjadi spirit tersendiri bagi kita untuk mengoptimalkan tarbiyah setelah menyadari bahwa kita adalah aset utama gerakan (rashidul harakah).

Tajarrud

Apa yang dimaksud dengan tajarrud atau totalitas dakwah? KH.Hilmy Aminudin memaknai tajarrud sebagai ketulusan pengabdian kader dakwah bukanlah meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah.
Apakah yang selama ini sudah kita berikan untuk dakwah dan dien ini? Apakah kita hanya disibukkan dengan masalah yang berkutat diri sendiri saja? Apakah dakwah dan tarbiyah hanya sebagai sampingan saja, kalau sempat saja? Apakah kita hanya memberikan waktu sisa, energi sisa dan harta sisa untuk dakwah? Datang syuro atau ngaji dengan waktu sisa dan energi sisa hingga badan sudah lelah, pikiran sudah jenuh dan mata pun sudah mengantuk? Itu masih mending mungkin daripada yang tidak hadir karena sudah capek dan mengantuk? 
Sayyid Qutb mengatakan, “Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.” Nach, kita termasuk yang mana nich? Berapa waktu yang kita gunakan untuk memikirkan dan mengelola dakwah,tarbiyah dan kemajuan umat? Berapa pengorbanan yang kita berikan untuk memerdekakan diri kita dari belenggu egoisme pribadi? Barangkali kita yang lebih disibukkan dengan masalah diri kita sendiri, repot dengan keluarga, bingung mengelola organisasi, stress mengelola waktu, nervous memanaj potensi sehingga kita kehilangan banyak meomentum di sekitar kita. Padahal di sekitar kita banyak yang membutuhkan pembinaan dan seruan dakwah. Banyak anakremaja yang terjerumusnarkoba, banyak kemaksiatan merajalela, dsb. Bahkan banyak yang sebenarnya merindukan untuk dibina tapi malah kita “binasakan” karena tidak serius mengelolanya.
Coba kita bandingkan diri kita dengan orang-orang Barat. Dalam bukunya Syakb Arselan, pemikir Muslim dari Syiria, ia menjelaskan kenapa kaum Muslimin mundur sedangkan orang-orang Barat maju adalah karena orang-orang Barat lebih banyak berkurban daripada kaum Muslimin. Mereka memberi lebih demi agama mereka ketimbang apa yang diberikan kaum Muslimin bagi agamanya.
Tuh kan…,selama ini barangkali kita tertinggal karena belum seserius mereka.
Mari kita gunakan semua yang kita miliki demi kejayaan dakwah. Anak, istri, harta benda, pekerjaa,waktu dan tenaga yang kita miliki bukan penghalang dakwah tapi justru bisa menjadi pendukung dakwah. Sehingga antara keluarga dan dakwah, antara profesi dan dakwah tidak lagi saling dipertentangkan tetapi saling mendukung. Bukan meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah.
Wallahu a’lambishowab

Tarbiyah, sebuah proses pembentukan

Tarbiyah… sebenarnya apa tujuan dari tarbiyah itu? Baik murobbi maupun mutarobbi seharusnya paham akan tujuan tarbiyah sehingga tarbiyah tidak hanya sekedar rutinitas tapi ada target atau tujuan yang dicapai.

Tarbiyah, Sebuah Proses Pembentukan
Ust. Abdul Muiz, MA
Pengertian Tarbiyah secara bahasa tansyiah (pembentukan), riayah (pemeliharaan), tanmiyah (pengembangan), dan taujih (pengarahan)
Maka proses tarbiyah yang kita lakukan dengan menggunakan sarana dan media bermacam-macam, seperti halaqah, tatsqif, ta’lim fil masjid, mukhoyyam, lailatul katibah dan lainnya harus memperhatikan empat hal di atas sebagai langkah-langkah praktis untuk sampai pada tujuan strategis, yaitu terbentuknya pribadi muslim atau shalih mushlih.
1.Tansyi’ah (Pembentukan)
Dalam proses tansyi’ah harus memperhatikan tiga sisi penting, yaitu:
a. Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah
Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti qiyamul lail, shaum sunnaah, tilawah Qur’an, dzikir, dan lain-lain. Para murabbi harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah ruhiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalasah ruhiyah, dalam membentuk pribadi mutarobbi pada sisi ruhiyah ma’nawiyahnya dirasakan serta disadari oleh mutarobbi bahwa ia sedang menjalani proses pembentukan ma’nawiyah ruhiyah. Jangan sampai mabit hanya untuk mabit.
b. Pembentukan fikriyah tsaqafiyah
Sarana dan media tarbiyah tsaqofah harus dijadikan sebagai sarana dan media yang dapat membentuk peserta tarbiyah pada sisi fikriyah tsaqafiyah, jangan sampai tatsqif untuk tatsqif dan ta’lim untuk ta’lim, tetapi harus jelas tujuannya bahwa tatsqif untuk pembentukan tasaqofah yang benar dan utuh, ta’lim untuk tsaqofah fid dien dan ini harus disadari dan dirasakan oleh murabbi dan mutarobbi.
c. Amaliyah harakiyah
Proses tarbiyah selain bertujuan membentuk pribadi dari sisi ruhiyah ma’nawiyah dan fikriyah tsaqafiyah juga bertujuan membentuk amaliyah harakiyah yang harus dilakukan secaa bebarengan dan berkisanambungan seperti kewajiban rekruitmen dengan da’wah fardiyah, da’wah amah dan bentuk-bentuk nayrud tarbiyah lainnya, serta pengelolaan halaqoh tarbiyah yang baru sehingga sisi ruhiyah ma’nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah teraktualisasi dan terformulasikan dalam bentuk amal nyata dan kegiatan riil serta dirasakan oleh lingkungan dari masyarakat luas.
2.Ar-Riayah (Pemeliharaan)
Kepribadian Islami yang sudah atau muai terbentuk harus dijaga dan dipelihara ma’nawiyah, fikriyah tsaqofiyah dan amaliyahnya dan ditaqwin (dievaluasi) sehingga jangan sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan demikian kualitas dan kuantitas ibadah ritual, wawasan konseptual, fikrah dan harakah tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Tidak ada penurunan dalan tilawah yaumiyah, qiyamul lail, shaum sunnah, baca buku, tatsqif, liqoat tarbiyah dan aktifitas da’wah serta pembinaan kader.
3. At-Tanmiyah (Pengembangan)
Dalam proses tarbiyah, murabbi dan mutarobbi tidak boleh puas dengan apa yang ada dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, apalagi menganggap sudah sempurna. Murobbi dan mutarrobbi yang baik adalah murobbi dan mutaroobi yang selalu memperbaiki kekurangan dan kelemahan serta meningkatkan kualitas, berpandangan jauh ke depan, bahwa tarbiyah harus siap dan mampu menawarkan konsep perubahan dan dapat mengajukan solusi dan berbagai permasalahan umat dan berani tampil memimpin umat. Oleh karenanya kualitas diri dan jama’ah merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan dalam proses tarbiyah.
4.At-Taujjh (Pengarahan) dan At-Tauzif (Pemberdayaan)
Tarbiyah tidak hanya bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik dan berkualitas secara pribadi namun harus mampu memberdayakan dan kualitas diri untuk menjadi unsure perubahan yang aktif dan produktif (Al muslim as shalih al mushlih).
Murobbi dapat mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan mutarobbinya sesuai dengan bidang dan kapasitasnya. Mutarobbi siap untuk diarahkan, ditugaskan, ditempatkan dan difungsikan, sehingga dapat memberikan kontribusi riil untuk da’wah, jama’ah dan umat, tidak ragu berjuang dan berkorban demi tegaknya dienul Islam.
“Dan di antara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang menjadi apa yang mereka telah janjikan kepada Allah, maka di anatra mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya (QS….)
Indikasi keberhasilan tarbiyah bisa dilihat pada peran dan kontribusi kader dalam penyebaran fikrah, pembentukan masyarakat Islam, memerangi kemungkaran, memberantas kerusakan dan mampu mengarahkan dan membimbing umat ke jalan Allah. Serta dalam keadaan siap menghadapi segala bentuk kebatilan yang menghadang lajunya da’wah Islam
“Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. 9:111)
Semoga Allah selalu bersama kita dan kemenangan memilih kepada kita.
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad:7)

Rabu, 08 Desember 2010

Jadilah pejuang Dakwah

Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar penikmat dakwah atau pendukung dakwah. Jadilah seorang muslim mujahid (muslim pejuang), bukan muslim qa’id (muslim yang duduk). Tidaklah sama seseorang yang berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang hanya duduk tidak berbuat sesuatu untuk agama Allah.
Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar penikmat dakwah yang hanya mengambil keuntungan dari dakwah atau hanya menikmati sendiri tarbiyah yang didapatkan. Kita perlu evaluasi diri, apakah yang sudah kita berikan untuk dakwah? Apakah selama ini kita sekedar numpang nikmat hidup di bawah naungan tarbiyah, numpang keren bersama ikhwan dan akhwat fillah, numpang beken dan populer di jalan dakwah atau numpang aman cari prestise dan posisi di dalamnya?
Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar menjadi pendukung dakwah. Tidak sekedar memberi dukungan atau sepakat dengan dakwah tetapi ikut memperjuangkannnya. Jadilah pejuang dakwah seperti halnya para sahabat yang ruhul istijabah, bersegera menyambut panggilan dakwah. Seperti halnya Miqdad bin ‘Amr ketika menjelang perang Badar beliau mengatakan: “Wahai Rasulullah, laksanakanlah apa yang telah diberitahukan Allah kepadamu, kami tetap bersamamu. Demi Allah kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan Bani Israel kepada Nabi Musa, yaitu “Pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah, kami tetap duduk disini”. Tetapi yang kami katakan kepadamu adalah: “Pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah, kami ikut berperang bersamu.” Demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran, seandainya kamu mengajak kami ke Barkul Ghimad(suatu tempat di Yaman), pasti kami tetap mengikutimu sampai disana.”
Jadilah pejuang dakwah yang selalu siap ditempatkan dimana saja, yang taat dan siap menerima amanah seperti halnya Hudzaifah yang taat ketika mendapatkan amanah untuk menyusup ke barisan musuh padahal kondisi saat itu (perang Ahzab) cuaca sangat dingin dan tentunya nyawa menjadi taruhannya jika sampai ketahuan.
Jadilah pejuang dakwah yang jiddiyah (bersungguh-sungguh) dan profesional dalam melaksanakan amanah, tidak menjadikannya beban tapi justru menjadikannya sebagai ladang amal. Dengan memiliki amanah, seseorang akan senantiasa berada bersama orang-orang shalih yang akan saling mengingatkan, berada dalam suasana ukhuwah yang indah meski banyak ujian yang dihadapi dan akan terpacu untuk selalu meningkatkan kualitas diri. Dengan memiliki amanah kita bisa lebih mampu memanaj aktifitas kita. Dan ketika kita dihadapkan dengan berbagai kepentingan, maka kita bisa bersikap tajarud, memurnikan pola pikir kita dari berbagai prinsip, nilai dan pengaruh individu. Tidak meninggalkan segala-galanya demi dakwah tetapi membawa semua yang kita punya bersama dakwah. Menjadikan cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya sebagai cinta tertinggi kita.
Mengutip tulisan di buku “Quantum Tarbiyah”, janganlah kita menjadi kader manja. Kader yang tidak siap memikul beban, padahal tantangan dakwah semakin berat. Apalagi kebatilan terus melakukan konsolidasi dengan cepat, rapat dan akurat. Jangan menjadi kader manja yang serba tidak siap, serba tidak bisa disuruh apa saja, pokoknya nggak bisa dan nggak mau, titik! Manja, karena ilmunya disayangi sendiri, tidak diwariskan pada anak isteri maupun mutarobbi. Manja, nggak segera membina untuk mewariskan ilmunya. Manja karena kalau diberi amanah tidak profesional. Bila disuruh membina malah “membinasakan”. Ketika binaan datang dia nggak datang, kalau dia datang binaan nggak nongol (kayak Tom and Jerry aja katanya he..he..).
Seorang da’i harusnya bisa menjadi teladan, rela berkorban dan banyak memberikan stok kebaikan kepada mad’unya. Untuk bisa menyentuh hati mad’unya, mengajaknya dalam kebaikan maka seorang da’i harus bersabar, telaten dalam ‘ngemong’ mad’unya, jangan sampai lebih sering absen daripada mad’unya, lama kelamaan bisa bubar dech.
Hidup ini pilihan, perjuangan dan pertanggungjawaban. Kita sendiri yang menentukan setiap pilihan. Kita sendiri juga yang menentukan prioritas kepentingan kita. Bukan kita yang diatur oleh waktu dan pekerjaan kita, tetapi kitalah yang mengatur waktu dan pekerjaan kita. Kita tidak akan punya waktu jika kita tidak berusaha menyempatkannya. Tidak ada alasan pula bagi seorang aktifis dakwah untuk tidak mau membina dengan alasan sibuk. Tidak ada alasan pula bagi seorang aktifis dakwah untuk menyepelekan tarbiyah dengan tidak hadir dalam halaqah karena alasan sibuk, entah sibuk dengan pekerjaan, keluarga ataupun dakwah. Memang tarbiyah bukan segala-galanya, tapi segala-galanya bisa bermula dari tarbiyah.
Wallahu a’lam bishowab

Syair Pejuang Dakwah

Kepada Ikhwati fillah, inni uhibbu kullukum jiddan

Kepada ikhwati fillah, tentara Allah dan pejuang da’wah



Katakanlah “Inilah jalanku, aku mengajak kalian kepada Allah dengan bashiroh, aku dan pengikutku-Maha Suci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik.”



Jalan da’wah adalah jalan yang terbentang jauh kedepan

Duri dan batu terjal selalu mengganjal, lembah dan bukit menghadang

Ujungnya bukan di usia dan bukan pula di dunia

Tetapi cahaya maha cahaya, syurga dan ridho Allah

Cinta adalah sumbernya, hati dan jiwa adalah rumahnya

Pergilah ke hati manusia, ajaklah kejalan Robbmu



Jika engkau cinta maka da’wah adalah "Faham"

Mengerti tentang islam, risalah anbiya dan warisan ulama

Hendaknya engkau fanatis dan bangga dengannya

Seperti Khalid bin Walid dihadapan Geourgius panglima Romawi



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Ikhlas

Menghiasi hati, memotivasi jiwa untuk berkarya

“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah semata bagi Rabb semesta alam”



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Amal

Berbuat tanpa banyak berkata-kata

Bergerak tanpa menunggu perintah

Karena da’wah adalah milik Allah semata

Biarlah Allah, Rasul, dan orang-orang beriman yang melihat



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Jihad

Sungguh – sungguh di medan perjuangan, melawan kebathilan

Balasannya adalah syurga dan ridho Allah

Kerja keras tak kenal lelah adalah rumusnya

Tinggalkan kemalasan, lamban dan berpangku tangan



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tha’at

Kepada Allah, Rasul, Al Quran, dan Sunnahnya

Serta Pemimpin yang bertaqwa diantara kamu

Tha’at adalah wujud syukurmu kepada hidayah Allah

Karenanya nikmat akan bertambah melimpah penuh berkah



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tadhiyah

Bukti kesetiaan dan kesiapan memberi, pantang meminta

Bersedialah banyak kehilangan dengan sedikit menerima

Karena yang disisi Allah sungguh lebih mulia, sedangkan di sisimu fana

Padahal setiap keringat pahala berlipat ganda



Jika engkau cinta maka da’wah adalah Tsabat

Hati dan jiwa yang tegar walau banyak rintangan

Buah dari sabar meniti jalan, teguh dalam barisan

Istiqomah dalam perjuangan dengan kaki tak tergoyahkan

Berjalan lurus jauh dari penyimpangan



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tajarrud

Ikhlas di setiap langkah mencapai satu tujuan

Padukan seluruh potensi, melibatkan diri dalam jalan ini

Engkau da’i sebelum segala sesuatu

Da’wah adalah tugas utama-mu sedang lainnya hanyalah selingan



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Ukhuwwah

Lekatnya ikatan hati terjalin dalam nilai-nilai persaudaraan

Bersaudaralah dengan muslimin sedunia, utamanya para mukmin mujahidin

Lapang dada merupakan syarat terendahnya

Sedang itsar adalah bentuk tertingginya

Dam sesungguhny Allah menghimpun hati para da’i dalam cinta-NYA

Berjumpa karena taat kepada-NYA

Melebur dalam satu da’wah dijalan-NYA, saling berjanji untuk menolong syariat-NYA



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tsiqoh

Kepercayaan yang dilandasi iman suci penuh keyakinan

Kepada Allah Rasul, Qiyadah, dan Jundinya

Hilangkan keraguan dan pastikan kejujurannya

Karena inilah kafilah da’wah yang penuh berkah