Rabu, 02 Juni 2010

Ruh kebangkitan itu adalah Tarbiyah

Kenabian itu 'mempersiapkan" Khilafah selama 22 tahun..
Maka, tanpa kenabian, berapa lama waktu yang kita perlukan untuk mempersiapkan Khilafah yang semisalnya...???

)I(

Pada mulanya....
halaqoh bermula dari Rumah Arqom, dengan Murobbi Rasulullah, saw...
dan Mutarobbi sahabat generasi awal, seperti Abu Bakr, Ali, Ja'far, Mush'ab, dan Hamzah......

Dalam halaqoh itu....
menyebarlah para sahabat ke berbagai tempat...
Seperti Ja'far ke Ethopia....pada hijrah pertama
dan Mush'ab...mentarbiyah penduduk Yastrib..yang kelak bernama Madinah, yang kita kenal dengan penduduk Anshar nya....

Sampai, masa tabiin.
Setelah itu terputuslah halaqoh...
yang ada hanya Mujaddid di setiap zaman
seperti Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Tamiyah, Imam Syafi'i...dst

Hingga permulaan abad 20 Masehi....

Saat itu, cuaca peradaban sedang suram di seluruh dunia islam. Mentari benar-benar telah terbenam, setelah kabut yang menggulungnya..berabad lamanya
sempurna menjadi malam dengan senja yang bertanduk Syaithan.....

Tetapi empat tahun setelah tahun 1924, tahun yang dikenang Taqiyyudin An Nabhani dan pergerakan Hizbut Tahrir sebagai tahun runtuhnya Khilafah....

Di tempat lain...Mesir tempatnya
Purnama itu mulai ,mengintip malu dari balik awan...
Lelaki itu....
HASAN AL BANNA
lelaki berusia 22 tahun
membuat sebuah keputusan menyejarah....
Al Ikhwan Al Muslimun
di dirikan olehnya..dengan desain do'a Nabi Ibrahim, sesuai ijabah illahi dan langkah-langkah Nabawi yaitu...
TARBIYAH....!!

Ustad Umar At Tilmisani...pelanjut Hasan Albanna yang ketiga mengatakan ;
Sistem Tarbiyah dalam membangkitkan kejayaan Islam, akan menjadi jalan yang sangat panjang, tapi TERCEPAT...
butuh waktu lama....
TAPI TERJAMIN HASILNYA....
dan perlu banyak pengorbanan
NAMUN TERJAGA ASHALAHNYA...
Kata beliau...demikianlah, Karakteristik da'wah para Rasul.....

)I(

Sahabat....

Tarbiyah
adalah Ruh Kebangkitan Umat
Berbahagialah dirimu
yang mewakafkan dirimu
dalam Kafilah da'wah ini......

Jasa Ikhwanul Muslimin terhadap kemerdekaan Republik Indonesia


Pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM), Hasan Al Banna ternyata pernah menjadi anggota Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Mesir. Atas desakan IM, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi RI.

)I(

Kota pelabuhan Iskandariyah pertengah Juli 1945. Jam kayu di sebuah penginapan murah di kota pelabuhan Mesir telah menunjuk angka 22.00 waktu setempat. Di satu ruangan yang tak seberapa besar, empat-puluhan kelasi kapal berkebangsaan Indonesia berkumpul. Sejumlah mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Mesir terlihat memimpin rapat.

Beda dengan pertemuan sebelumnya, malam itu atmosfir rapat terasa agak emosional! Para kelasi Indonesia yang bekerja di berbagai kapal asing yang tengah merapat di Iskandariyah, Port Said, dan Suez itu banyak yang yakin, jihad fii sabilillah yang tengah digelorakan banga Indonesia melawan penjajah belanda dalam waktu dekat akan sampai pada puncaknya.

Muhammad Zein Hassan, salah seorang mahasiswa Indonesia yang hadir, berpesan pada para kelasi agar mulai menabung. “Di saat terjadinya jihad, mereka sebaiknya meninggalkan kapal-kapal sekutu agar tidak menodai perjuangan.”

Sambutan para kelasi yang dalam kesehariannya jauh dari tuntunan agama itu sungguh mengharukan. Mereka dengan sepenuh hati menyanggupi hal tersebut. “Jika fatwa sudah turun, kami akan mematuhi,” ujar salah seorang dari mereka.

Tak terasa, jam telah berada di angka satu. Acara ditutup dengan sumpah setia dengan perjuangan bangsanya yang nun jauh di seberang lautan. Seluruh peserta mengangkat tangan kanan dan dikepalkan. Dengan menyebut nama Allah SWT, mereka bertekad akan membantu dengan sekuat tenaga jihad fii sabilillah yang akan digelorakan bangsanya dalam waktu dekat ini.

Sumpah para kelasi tersebut tidak main-main. Terbukti di kemudian hari, dua bulan setelah proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta, dua orang kelasi Indonesia tiba di Kairo dengan berjalan kaki dari Tunisia.

“Saat kami tanya mengapa berjalan kaki sejauh itu, mereka menjawab bahwa mereka menerima fatwa yang dibawa teman-teman mereka dari Indonesia. Fatwa itu menyatakan haram hukumnya bekerja dengan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin,” ujar Zein Hassan.

Walau tidak punya cukup uang, dua orang kelasi itu segera meninggalkan kapal sekutu tempatnya bekerja dan berjalan kaki menuju Mesir, karena di Mesir-lah berada banyak orang sebangsanya.

Di Mesir sendiri kala itu tengah berkembang sikap antipati terhadap penjajahan Inggris. Sikap non kooperatif terhadap penjajah Inggris ini dicetuskan oleh organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Mesir.

Sebagai gerakan dakwah yang menembus sekat geografis, Al-Ikhwan Al-Muslimun telah memiliki “jaringan iman” dengan berbagai gerakan Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sebab itu, ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Sekutu dengan sekuat tenaga memblock-out berita ini masuk ke Timur Tengah. Dikhawatirkan jika kemerdekaan Indonesia sampai didengar umat Islam di sana, ini bisa menjadi inspirasi bagi gerakan serupa di Timur Tengah.

Serapat-rapatnya sekutu menutup informasi ini, akhirnya pada awal September 1945, sebulan setelah kemerdekaan Indonesia dibacakan, berita ini sampai juga ke Mesir.

Mansur Abu Makarim, seorang informan Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda di Kairo, membaca berita kemerdekaan Indonesia dalam suatu artikel di majalah Vrij Nederland. Bagai angin berhembus, berita ini dengan cepat menyebar ke Dunia Islam.

Koran dan radio Mesir memuat berita kemerdekaan RI dengan gegap gempita. Para penyiar dengan penuh semangat mengatakan bahwa inilah awal kebangkitan Dunia Islam melawan penjajahan Barat.

Di Mesir saat itu, seorang Arab hanya dihargai sepuluh pound Mesir jika dibunuh atau dilindas kendaraan militer Sekutu tanpa hak mengadu atau menggugat. Sebab itu, proklamasi kemerdekaan sebuah negeri Muslim terbesar di dunia ini disambut dengan luapan kebahagiaan.

Di sejumlah kota, Al-Ikhwan Al-Muslimun segera menggelar munashoroh besar-besaran mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Ini dijadikannya momentum momentum yang bagus untuk memerdekakan Mesir dari Inggris.

Bukan itu saja, sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri membentuk “Lajnatud Difa’i’an Indonesia” (Panitia Pembela Indonesia). Badan ini dideklarasikan pada 16 Oktober 1945 di Gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam dengan Jendral Saleh Harb Pasya sebagai pimpinan pertemuan.

Hadir dalam acara itu antara lain Syaikh Hasan Al Banna dan Prof. Taufiq Syawi dari Al-Ikhwan Al-Muslimun, Pemimpin Palestina Muhammad Ali Taher, dan Sekjen Liga Arab Dr. Salahuddin Pasya.

Dalam pertemuan yang semata didasari ukhuwah Islamiyah, pakar hukum internasional Dr. M. Salahuddin Pasya menyerukan negara-negara Islam untuk sesegera mungkin mendukung, membantu, dan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu, Panitia Pembela Indonesia juga mengancam Inggris agar tidak membantu Belanda kembali ke Indonesia.

“Jika Inggris membantu Belanda untuk kembali ke Indonesia, maka Inggris akan menuai kemarahan Dunia Islam di Timur Tengah!” ancam Salahuddin Pasya..
Sejarah telah menulis, Inggris tetap membela “kawan seakidah” bernama Belanda. Pasukan NICA membonceng Sekutu kembali ke Indonesia.

Pada 25 Oktober 1945, sejumlah ulama NU pimpinan KH. Wahid Hasyim bertemu dan mengeluarkan fatwa jihad fii sabilillah melawan penjajah. Fatwa ini bergema ke seluruh nusantara dan disambut dengan gegap gempita.

Fatwa jihad inilah yang melatarbelakangi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya (hingga kini 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan di Indonesia, ). Untuk memompakan keberanian rakyat Surabaya, Bung Tomo lewat corong radio perlawanan - cikal bakal RRI - terus menerus mengingatkan para mujahid bahwa gerbang surga telah terbuka luas bagi mereka yang syahid.

Hanya semangat jihad dan keridhaan Allah SWT yang mampu membuat ribuan rakyat Surabaya berani melawan pasukan Sekutu bersenjata lengkap.

Kedahsyatan pertempuran Surabaya bergema hingga ke Dunia Arab. Keberanian umat Islam Surabaya mengobarkan jihad melawan pasukan Sekutu yang habis mabuk kemenangan dalam Perang Dunia II, ditambah tewasnya satu Jenderal Sekutu - Malaby - di Surabaya, dirasakan oleh kaum Muslimin Timur Tengah sebagai bagian dari kemenangan Islam atas kaum kafir. Upaya perlawanan terhadap Inggris di Mesir pun kian membuncah.

Di berbagai lapangan dan Masjid di Kairo, Mekkah, Baghdad, dan negeri-negeri Timur Tengah, dengan serentak umat Islam mendirikan sholat ghaib untuk arwah para syuhada di Surabaya.

Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada salib menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. “Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa.”

Dukungan negara-negara Islam di Timur Tengah terhadap kemerdekaan Indonesia tidak saja dilakukan dalam tingkat akar rumput, namun juga dalam dunia diplomasi. Dalam berbagai sidang di Perserikatan Bangsa-Bangsa, terlihat dengan jelas adanya perbedaan sikap antara negeri-negeri Muslim yang mendukung Indonesia dengan negeri-negeri salib yang memandang Indonesia masih bagian dari Belanda.

Wakil-wakil dari Indonesia di sidang PBB, diperbolehkan ikut sidang setelah negeri-negeri Arab mengakui kedaulatan RI, dalam menghadapi serangan pihak Sekutu sering menanggapinya dengan cara diplomatis dan terkesan lunak. Hal ini dikecam keras Muhammad Ali Taher dari Palestina.

“Mengapa kamu masih saja bersikap diplomatis terhadap seseorang yang ingin menghancurkan negeri kamu!” sergahnya mengingatkan wakil dari Indonesia agar tidak takut melawan kezaliman.

Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya dari penjajah kafir, Al-Ikhwan Al-Muslimun tanpa kenal lelah terus menerus memperlihatkan dukungannya.

Selain menggalang opini umum lewat pemberitaan media, yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun digelar.

Para pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap dilakukan mereka.

Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.

Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI, juga atas desakan dan lobi yang dilakukan para pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun, membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946.

Inilah pertama kalinya suatu negara asing mengakui kedaulatan RI secara resmi. Dalam kacamata hukum internasional, lengkaplah sudah syarat Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.

Bukan itu saja, secara resmi pemerintah Mesir juga memberikan bantuan lunak kepada pemerintah RI. Sikap Mesir ini memicu tindakan serupa dari negara-negara Timur Tengah.

Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.

Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir. Termasuk pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun Hasan al Banna dan sejumlah tokoh Ikhwan dengan diiringi puluhan pengikutnya.

Setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia, diikuti serius oleh setiap Muslim baik di Mesir maupun di Timur Tengah pada umumnya. Para mahasiswa Indonesia yang saat itu tengah berjuang di Mesir dengan jalan diplomasi revolusi, senantiasa menjaga kontak dengan Ikhwan.

Ketika Belanda melancarkan agresi Militer I (21 Juli 1947) atas Indonesia, para mahasiswa Indonesia di Mesir dan aktivis Ikhwan menggalang aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang memasuki selat Suez.

Walau Mesir terikat perjanjian 1888 yang memberi kebebasan bagi siapa saja untuk bisa lewat terusan Suez, namun keberanian para buruh Ikhwan yang menguasai Suez dan Port Said berhasil memboikot kapal-kapal Belanda.

Pada tanggal 9 Agustus 1947, rombongan kapal Belanda yang dipimpin kapal kapal Volendam tiba di Port Said. Ribuan aktivis Ikhwan yang kebanyakan terdiri dari para buruh pelabuhan, telah berkumpul di pelabuhan utara kota Ismailiyah itu.

Puluhan motor boat dan motor kecil sengaja berkeliaran di permukaan air guna menghalangi motor-boat motor-boat kepunyaan perusahaan-perusahaan asing yang ingin menyuplai air minum dan makanan kepada kapal Belanda itu.

Motor-boat para ikhwan tersebut sengaja dipasangi bendera merah putih. Dukungan Ikhwan terhadap kemerdekaan Indonesia bukan sebatas dukungan formalitas, tapi dukungan yang didasari kesamaan iman dan Islam.

Walau pemimpin Ikhwan Hasan Al Banna menemui syahid ditembak mati oleh begundal rezim Mesir di siang hari bolong, 12 Februari 1949, dukungan ikhwan terhadap muslim Indonesia tidaklah berakhir. Dakwah tiada kenal kata akhir, hingga Islam membebaskan semua manusi

)I(

Ya Rabbana...segala puji bagimu
yang telah mengenalkan aku dengan komunitas ini
jadikan
AKU BAGIAN DARINYA
karena cintaku padaMu
dan juga RasulMu
dan kumpulkan kami
dalam barisan pembela agama mu.....!!
amin
-hamzah-

Belajar cinta dari pemuda kufah

Inilah kisah seorang Pemuda
ahli Ibadah
yang memenangkan
ALLOH
darpada cinta
semu berbalut syahwat dunia.....

Kejadiaanya diriwayatkan Al Mubarrid dari Abu Kamil, dari Ishak bin Ibrahim dari Raja' bin Amr Al Nakha'i. Seorang pemuda Kufa yang terkenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang gadis.

Cintanya berbalas. Gadis iru sama gilanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat, ternyata. Gadis itu bahkan menggoda kekasihnya, "Aku datang padamu, atau kuantar cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku". Itu jelas jalan sahwat.

"Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!" Itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta.

"Jadi dia masih takut pada Allah?" Gumam sang gadis. Seketika ia tersadar, dan dunia tiba-tiba jadi kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan dirinya untuk ibadah.

Tapi cintanya pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah jadi rindu yang menggelora dalam jiwa dan doa-doanya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. Ia mati, akhirnya.

Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan doa-doanya.

Sampai suatu saat ia tertidur di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik. "Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku," tanya sang gadis. "Baik-baik saja. Kamu sendiri disana bagaimana," jawabnya sambil balik bertanya. "Aku disini, dalam surga abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir," jawab gadisnya.

"Doakan aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu denganmu," tanya sang pemuda lagi. "Aku juga tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdoa kepada Allah menyatukan kita di surga. Teruslah beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku," jawab sang gadis. Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.

Atas nama cinta
ia memenangkan Allah
atas dirinya sendiri,
memenangkan iman atas syahwatnya sendiri.
Atas nama cinta pula Allah
mempertemukan mereka.
DI SURGA

Cinta selalu bekerja dengan cara itu.

Mengembalikan ruh para mujahid pena

Ketika saya menulis notes ini, intinya saya sedang memuhasabah diri..
Begitu banyak notes yang di postingkan
Tapi apakah diri ini sadar
Kelak kita lah yang pertama yang ditanya tentang itu semua oleh Rabb kita
Disinilah peranan
RUHIYAH
Memiliki andil yang sangat besar

Saya mencoba membiasakan diri
Sholat dua Rakaat dan dalam keadaan Berwudhu
Sebelum menulis notes atau membuat video
Begitu juga ketika akan mempostingkannya di Facebook
Satu Tujuan
Agar kata-kata itu memiliki RUH
MERUBAH ORANG YANG MEMBACANYA….!!

Sahabatku
Para Mujahid Pena
Sejenak kita telusuri kembali
Contoh para Da’I yang telah banyak menggerakan hati manusia
Lewat tulisan tangannya
Lewat kata-katanya

Pada mereka kita bercermin
Agar semangat ini tak pernah padam
Agar goresan tangan kita tak menjadi lilin, menerangi lalu padam
Tapi menjadi Matahari
Tak pernah lelah memberi sinar, kepada siapapun

Matahari itu adalah kita
Para Mujahid Pena…

Sahabatku
Notes ini untuk antum, persembahan cintaku kepada Antum semua..di jalan dakwah ini
Semoga mengundang Keridhoan Alloh (hamzah)

)I(


Suatu waktu dalam hidup Sayyid Qutb, ia pernah bimbang. Ia didatangi keraguan. Antara meneruskan menulis atau menghentikannya. Dalam perenungannya ia bertanya tentang manfaat dari makalah-makalahnya yang telah banyak beredar. Tidakkah lebih baik jika ia meletakkan tintanya lalu mengambil peluru untuk menghentikan kezaliman orang-orang yang melampaui batas.

Untunglah saat-saat seperti itu tidak berlangsung lama. Sayyid Qutb memutuskan untuk tetap menggoreskan tintanya. Sayyid Qutb memilih melanjutkan perjuangan menulisnya. Ini setelah Sayyid Qutb membaca kembali tulisan-tulisannya yang lama dan bertemu dengan orang-orang yang membaca tulisannya. Tulisan lama itu ternyata membawa kekuatan untuk menjaga bara api perjuangan Sayyid Qutb tetap menyala. Sementara bagi orang lain yang ditemuinya, tulisan Sayyid Qutb membawa kekuatan motivasi untuk memperjuangkan Islam dalam hidup mereka.

Kelak, keputusan Sayyid Qutb ini terbukti benar dan membawa pengaruh besar. Sayyid Qutb telah lama mati, tapi kekuatan kata-kata dalam setiap tulisannya masih “abadi”. Banyak orang yang kemudian terpanggil memperjuangkan Islam dan bergabung dalam kafilah dakwah setalah membaca tulisannya. Seperti kata KH. Ali Yafie: “Kata-kata yang digunakan oleh al-Ustadz Sayyid Qutb begitu indah dan menyentuh hati sehingga menyemangati saya untuk berislam serta memperjuangkannya.”

Hassan Al-Banna adalah contoh lain dalam hal kekuatan kata-kata. Jika Sayyid Qutb menulis banyak buku dan mentransformasikan kekuatan kata-kata melalui bahasa tulisan, Hasan Al-Banna adalah dai yang langsung menggelorakan semangat dengan orasinya serta menyentuh jiwa melalui pendekatan personal dan untaian bahasanya. Hasan Al-Banna tidak mencetak buku tetapi mencetak kader. Majmuatur Rasail yang dikenal sebagai karya monumental Hasan Al-Banna sebenarnya adalah himpunan risalah, bukan buku. Sementara Haditsu Tsulatsa ditulis Ahmad Isa Asyur untuk meng-“abadi”-kan materi-materi ceramah Hasan Al-Banna yang disampaikannya secara langsung setiap selasa malam di kantor Ikhwan.

Kata-kata Hasan Al-Banna seperti mengandung kekuatan magis yang mampu menarik pendengarnya ke arah dakwahnya. Maka forum-forum dakwah Al-Banna menjadi sangat diminati dan jumlah pesertanya terus meningkat dari hari ke hari. Banyak yang langsung menangis begitu mendengar taujihnya. Lalu mereka pulang dengan semangat keislaman yang membara. Dari sana, lahirlah tokoh-tokoh dakwah dan ulama besar didikan Al-Banna; Sayyid Qutb, Muhammad Qutb, Ali Abdul Halim Mahmud, Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Qardhawi, dan lain-lain.

Jika kata-kata menemukan kekuatannya pada Sayyid Qutb, Hasan Al-Banna, dan banyak mujahid dakwah lainnya, mengapa pula banyak dai yang kata-katanya tidak lagi memiliki ruh? Entah kata-kata secara lisan, atau berbentuk tulisan.

Kata-kata yang tak lagi memiliki ruh ini akan terlihat pada atsar-nya. Mulai dari ceramah dai yang hambar dan kosong makna. Tulisan aktifis dakwah yang tidak berkesan dan terasa hampa. Sampai kata-kata murabbi yang tidak berpengaruh dan berbekas pada para mutarabbinya.

Hal pertama yang dapat dipahami adalah kata-kata takkan memiliki ruh jika keluar dari orang yang tidak meyakininya. Seperti orang yang memotivasi orang lain agar optimis menatap masa depan, namun sebenarnya ia sendiri ragu menghadapi hari-hari mendatang.

Kedua, ketika kata-kata yang dikeluarkan lisannya terlebih dulu telah dikhianati hati dan amalnya. Seperti orang yang mengajak qiyamullail dan menjanjikan kemenangan dakwah dengannya, sementara ia sendiri telah memutuskan “sami’na wa’ashaina”: aku mendengar ajakan ini, tetapi aku takkan melakukannya. Sebelum kata-kata itu sampai di telinga mad’u-nya, ruh-nya telah dicabut oleh sikap dainya. Jadilah ia tidak lebih dari rangkaian huruf tanpa makna.

Dua hal ini pembunuh utama ruh kata-kata, sebab ruh itu sesungguhnya dari Allah dan takkan mungkin dianugerahkan kepada orang yang dimurkai-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah jika kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaf : 2-3)

Ketiga, kurang dekatnya hubungan dengan Allah SWT. Padahal kedekatan kepada Allah, terutama pada waktu malam dengan qiyamullail dan tilawah adalah standar kelayakan kata-kata memiliki ruh; menjadi berbobot atau qaulan tsaqiilaa (QS. Al-Muzammil : 5)

Keempat, menurunnya keimanan dan ketaqwaan. Padahal keduanya berbanding lurus dengan ruh kata-kata; menjadikan nasehat dan taujih benar dan tepat sasaran atau qaulan sadiida (QS. Al-Ahzab : 70)

Kelima, kotornya hati akibat kemaksiatan dan dosa. Sebaliknya, tazkiyatun nafs dan taubat nasuha menjadikan hati cemerlang (qalbun mushoqqolun). Seperti cermin ketika bersih dari debu bisa memantulkan cahaya, hati yang cemerlang menghantarkan kata-kata masuk dalam hati pendengarnya. “Jika bertaubat dan beristighfar, maka cemerlanglah dan cemerlanglah hatinya.” (HR. Ibnu Majah)

Semoga Alloh Meneguhkan Hati Kita Semua

Politik adalah bagian dari dakwah

Tulisan ini untuk para Mujahid
yang sedang berjihad di Parlemen
dan seluruh Kader Dakwah pada Umumnya....
(hamzah)

)I(

Allah SWT. telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat “syaamilah mutakaamilah” (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik. Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah:208)

“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu.” (Al-Maidah:48)

Risalah Islam ini sesungguhnya “Risalah Nabawiyah” yang terakhir yang sengaja diturunkan sebagai “way of life” (cara hidup) bagi seluruh manusia. Oleh karenanya ia bicara tentang seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik dimensi aqidah, ibadah maupun dimensi akhlak. Dan yang termasuk dalam tiga dimensi ini adalah masalah ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan. Di sini, tidak boleh ada yang melakukan dikotomi dalam ajaran Islam. Tidak ada yang mengatakan: “Islam Yes, Politik No”, dan tidak ada lagi yang mengatakan: “Dakwah Yes, Politik No”. atau mengatakan: “Yang penting adalah aqidah, yang lain nggak penting.”

Selanjutnya bagaimana kita memiliki pemahaman yang komprehensif ini dan memperjuangkannya dalam kehidupan kita. Yang akhirnya lahirlah pencerahan dan perbaikan dalam dunia ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang berimpact kepada kebaikan dan maslahat umat.

Tarbiyah Siyasiyah

Tarbiyah siyasiah yang bermakna pendidikan atau pembinaan politik adalah sangat urgent dipahami oleh setiap muslim. Karena pemahaman politik yang sejatinya, tidak sama dengan pemahaman selama ini dalam ilmu politik secara umum, yaitu berpolitik yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Akan tetapi kita berpartisipasi dalam politik untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran ilahiah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Berkuasa untuk melayani umat, dan memimpin untuk memperbaiki sistem yang tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.

Oleh karenanya, seluruh aktivitas yang berkaitan dengan gerakan berpartai dan berpolitik, disebut dengan “Jihad Siyasi” (Perjuangan Politik). Dalam bahasa Imam Hasan Al-Banna, perjuangan ini dikatagorikan dalam marhalah “rukun amal” yang disebut “Ishlahul Hukumah” (Perbaikan Pemerintahan).

Keberhasilan dan kesuksesan berpolitik atau jihad siyasi harus berimpact kepada dimensi kehidupan yang lain. Harus berimpact kepada dunia pendidikan dan dakwah. Yang berujung kepada pencerdasan anak bangsa dan pencetakan generasi rabbani. Harus berimpact kepada dunia ekonomi dan sosial budaya. Yang berakhir kepada pemeliharaan aset-aset negara dan pendayagunaan kepada masyarakat yang lebih luas. Begitu juga mampu memelihara identitas atau jati diri bangsa yang bertumpu pada pondasi spirituil dalam aspek sosial budaya.

Seruan dan anjuran kepada umat Islam untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit, karena alasan bahwa dunia politik adalah dunia “rawan dan beranjau”, dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram, haram menjadi halal, atau menyetujui demokrasi yang merupakan produk Barat, adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: “Islam Yes, Politik No”. Sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama umat Islam dan da’i yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah atau komprehensif.

Dan bila ada sebagian kader yang tergelincir dan terjerumus dalam permainan sistem yang destruktif negatif, maka tugas umat, organisasi massa Islam atau organisasi politik Islam untuk menyiapkan sarana dan prasarana agar setiap yang terjun ke dunia politik tetap istiqamah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dan tetap menjaga integritas diri.

Baina Ad-Dakwah Was Siyasah

Apakah ada pertentangan antara dakwah dan siyasah atau politik?. Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan “Jihad Siyasi” dalam perhelatan pemilihan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negeri ini.

Ayat di atas dan pengertian Islam yang didefinisikan oleh Imam Hasan Al-Banna di bawah ini adalah dalil yang menunjukkan tentang titik temunya amal da’awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada samasekali pertentangan antara dunia Dakwah dengan dunia Politik. Coba kita renungkan pernyataan Beliau dalam “Risalatut Ta’lim”:

“Islam adalah nidzam (aturan) komprehensif yang memuat seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah (wawasan) dan qanun (perundang-undangan) atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan atau profesi dan kekayaan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar dan ibadah yang shahih ( benar).”

Dakwah yang bertujuan menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara komprehensif bisa dilakukan oleh kader di manapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh, politikus (aleg) dan eksekutif (menetri) bahkan seorang presiden sekalipun. Jadi dakwah bukan suatu yang antagonis dengan dunia politik, akan tetapi dunia politik merupakan salah satu lahan dakwah.

Semoga tulisan singkat ini mampu memberi energi baru dan gelora semangat bagi kita umat Islam untuk menguatkan persatuan dan kesatuan untuk menuju Indonesia yang lebih baik, yang diridhoi Allah swt. menuju “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.”

Allahu Akbar Walillahi alhamdu.

"2002" Israel tamat

Apakah Israel akan hancur pada tahun "2022" ??
untuk menjawab ini secara ILMIAH
tentu membuat antum penasaran bukan??

Saya menggunakan metode tafsir analitik. Dari sini disimpulkan bahwa dua janji Alloh kepada Bani Israil yang diturunkan dalam kitab Taurat dan Al quran baru terlaksana sekali.

Berarti masih akan terjadi sekali lagi, lalu kapan itu terjadi? Untuk menjawab pertanyaan ini saya menggunakan sebuah pendekatan baru yang dinamakan !! ta'wil matematik?

dengan angka 19 sebagai dasarnya.

MENGAPA ANGKA 19 ??

Dr. Bassam Jarrar juga telah menulis sebuah karya fenomenal tentang Mukjizat angka 19 dalam
Alquran.

Dalam karya tersebut disimpulkan bahwa dengan angka 19 yang merupakan salah satu
angka mukjizat dalam Alquran, kita dapat mengetahui kapan akhir dari negara Israel.
Menakjubkan, bukan?

Ini bukan sembarang ramalan, namun ini berdasarkan pada rahasia angka19 dalam Alquran.
Sayyid Majid al-Mahdi dalam karya nya "Awal pera ng Amerika versus Imam Mahdi"
juga telah mengatakan bahwa tahun 2022 adalah tahun lenyapnya negara Israel.


Untuk pertama mari kita perhatikan sekelumit dari bagian buku Mukjizat Angka 19 dalam Alquran.

Bilangan 19 adalah jumlah huruf yang terdapat pada kata Basmallah
setelah dilakukan sebuah penelitian maka didapatkan bilangan 19 adalah sebuahbilangan primer dalam sistem matematika.

Begitu juga, ternyata Alquran pun membangun
sistem matematikanya dengan bilangn tersebut.

Dalam arti lain banguna n metematika Alquran
adalah kata Basmallah itu sendiri.

Hal tersebut saya kira adalah suatu hal yang amat logis dan dapat dengan mudah dimengerti.

Kalau kita perhatikan angka 19 terdiri dari angka terkecil dan angka terbesar.

Yaitu angka 1 yang merupakan bilangan terkecil dan 9 yang merupakan bilangan terbesar.

Untuk itu angka 19 adalah mewakili seluruh bilangan dalam sisitem matematika.

Selanjutnya dibawah ini akan saya paparkan beberapa contoh berkenaan dengan keistimewaan
angka 19:
19 X 1 = 19 (1 + 9) = 10 (1 + 0) = 1
19 X 2 = 38 (3 + 8) = 11 (1 + 1) = 2
19 X 3 = 57 (5 + 7) = 12 (1 + 2) = 3
19 X 4 = 76 (7 + 6) = 13 (1 + 3) = 4
19 X 5 = 95 (9 + 5) = 14 (1 + 4) = 5
19 X 6 = 114 (1 + 1 + 4) = 6
19 x 7 = 133 (1 + 3 + 3) = 7
19 X 8 = 152 (1 + 5 + 2) = 8
19 X 9 = 171 (1 + 7 + 1) = 9
19 x 10 = 190 (1 + 9 + 0) = 10 (1 + 0) = 1
19 X 11 = 209 (2 + 0 + 9) = 11 (1 + 1) = 2

Begitu selanjutnya dimulai dari angka 1 dan berakhir di angka 9 kemudian kembali lagi ke angka 1 dan berakhir pula di angka 9 dan seterus nya...

Angka 19 adalah bilangan Basmallah. Pertama kali yang turun dari Alquran adalah 19 kata, yaitu: jumlah kata surat al-Alaq dari ayat 1 sampai ayat 5.

Kemudian urutan surat tersebut dalam Alquran adalah yang ke 19, jika dihitung dari akh ir Alquran.

Angka 19 dalam basmallahdapat juga diuraikan sebagai berikut;

Kata ism terulang dalam Alquran sebanyak 19 kali (19 x 1)
Kata Allah terulang dalam Alquran sebanyak 2698 kali (19 x 142)
kata Rahman terulang dalam Alquran sebanyak 57 kali (19 x 3)
kata Rahim terulang dalam Alquran sebanyak 114 kali (19 x 6)
Pengulangan kalimat-kalimat di atas sebanyak 152 kali yaitu
(1 + 142 + 3 + 6 = 152).
152 adalah hasil dari 19 x 8.
Bukankah hal ini menakjubkan?

Kehancuran Israel Pertama
Terkait dengan angka-angka di atas, ada beberapa hal yang ingin saya tegaskan.

Pertama, ingin saya tegaskan bahwa jika dihitung berdasarkan penanggalan Hijriyah, usia negara
Israel adalah 76 tahun.

Sedangkan jika dihitung berdasarkan penanggalan Masehi maka usia
Israel menginjak 74 tahun.
Saya ingin membuktikan atau menunjukkan bahwa angka usia negara Israel berdasarkan
perhitungan penanggalan Hijriyah, sesuai dengan rahasia angka pada beberapa ayat dalam surat
al-Isra . Be rikut ura iannya.
Surat al-Isra terdiri da ri 111 ayat. Dalam Surat al-Isra , ayat yang terka it dengan Bani
Israil dimulai sejak ayat kedua. Jika kita menghitung kata pada ayat 2, dari sampai ayat 7 pada kata , maka jumlahnya 76 kata.

Dan jumlah ini sama
dengan usia negara Israel, sebagaimana dijelaskan di atas.

Mungkin fakta ini belum begitu meyakinkan pembaca.

Dengan angka 19 itu saya mengalikan jumlah huruf, kalimat atau angka tertentu yang diperoleh dari ayat Quran. Hasilnya adalah keajaiban dan menunjukkan kemukjizatan AlQuran karena disitu diperolehlah angka 2022 sebagai tahun diprediksikannya ISRAEL Hancur.


Tafsir Ayat-ayat Surat Al Isra tentang Kehancuran Israel.

Peristiwa isra miraj terjadi satu tahun sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Pada saat itu peristiwa tentang kejatuhan bangsa Yahudi sudah berlalu, kurang lebih selama 500 tahun. Rentang waktu yang cukup lama. Setelah peristiwa isra miraj tersebutlah permulaan surat Al isra atau yang juga disebut Bani Israil diturunkan.

Yang menarik, peristiwa isra miraj Rosul hanya disebut dalam satu ayat saja dalam surat Bani Israil tersebut yaitu Ayat ke 1 (Buka QS Al Isra : 1).

Setelah itu mulai Ayat 2 pembicaraan dilanjutkan tentang :

Dan telah kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami telah menjadikannya sebagai petunjuk untuk Bani Israil,(dan diwasiatkan kepada mereka) agar kamu janganlah menjadikan wakil (penolong untuk tempat menyerahkan segala urusan) dari selain-Ku?? (QS Al Isra :2)

dilanjutkan QS Al Isra : 4-6

Muncul pertanyaan , apakah hubungan Musa,Bani Israil, dan peristiwa Isra? ?

Dalam Kitab Taurat, Tuhan telah memutuskan bahwa bani Israil akan memasuki bumi yang diberkati (Palestina). Bahkan disana mereka akan mendirikan pemerintahan. Tetapi kemudian mereka membuat kerusakan besar sehingga menyebabkan Alloh menghukum mereka dengan cara mengirim hamba-hamba-Nya yang tangguh.

Setelah kerajaan mereka binasa, mereka diusir dan dicerai beraikan.Perkara ini juga telah dikabarkan Alloh dalam Qs Al maidah :21

Wahai kaumku masuklah kedalam bumi (Palestina) yang disucikan, yang Alloh telah tetapkan buat kamu.?

Namun kaum Bani israil kembali membuat kerusakan. Ini dimulai sejak kedua nabi Alloh Dawud dan Sulaiman wafat. Orang-orang Bani Israil terpecah menjadi 2 bagian yang saling membuat kemungkaran.

Nabi Sulaiman sendiri wafat tahun 935 SM. Setelah itu sebanyak 12 suku bangsa Yahudi membelot. Seiring kerusakan dan kebobrokan moral yang semakin menjadi,serangan musuh pun datang bertubi-tubi.

Dimulai dari serangan bangsa Mesir, Lalu yang paling dahsyat adalah serangan dari bangsa Assiria dan Babilonia.

Dalam muqadimah Kitab raja-raja Kedua disebutkan bahwa Bangsa Assiria menyerang pada tahun 722 SM pada bagian utara. Pada tahun 586 SM Bangsa babilonia menghancurkan Kerajaan Israil bagian selatan. Disini kita melihat bahwa Kedua bangsa ini lah yang menjadi pelaksana ketentuan Alloh.

Setelah kehancuran Israel oleh bangsa Babilonia, tidak ada lagi negara atau kerajaan Israel Yahudi yang lahir kembali kecuali baru pada tahun 1948 M di bumi Palestina.

Kenapa nubuat ini diberitakan sekali lagi dalam Al quran setelah berlalu hampir 1800 tahun sejak diturunkan pertama kali dalm kitab Taurat? Jawabnya : Seandainya pengkabaran kedua janji Alloh itu telah terbukti sebelum kedatangan Islam, niscaya kita akan sulit memahami hubungan Bani Israil, Musa, dan peristiwa Isra Miraj nya Rosulullah.

Adapun apabila janji Alloh yang pertama sudah terbukti, lalu janji Alloh yang kedua baru akan terjadi dimasa depan umat Islam, dan sekarang Umat Islam masih menunggu berlakunya janji Alloh yang kedua itu, seperti yang difirmankan Alloh dalam surat Al Isra? ayat 4-5.

Tafsir Analitik

Tafsir analitiknya dilihat dari QS Al Isra? ayat 4-5.

Dan kami tetapkan kepada Bani Israil di dalam kitab (Taurat),sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di bumi (Palestina) dua kali, dan sesungguhnya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. (QS Al Isra?:4)

Maka apabila telah tiba janji pembalasan (atas kejahatanmu) untuk kali yang pertama dari dua (janji pembalasan), Kami datangkan kepada kamu hamba-hamba Kami yang tangguh dan hebat serangannya, lalu mereka menjelajah (merajalela) di segala pelosok kampung-kampung. Dan (peringatan ini) adalah sebuah janji yang pasti ditunaikan. (QS Al Isra:5)


Kembali untuk memenuhi janji Terakhir.

Orang-orang Yahudi yang telah tercerai berai dan terlunta-lunta akhirnya kembali ke bumi yang diberkati dan berusaha mencapai kemerdekaan atau paling tidak mendapatkan pemerintahan otonomi.Hal ini di jelaskan dalam Al quran :

Kemudian Kami kembalikan lagi kepada mu kekuasaan dari mereka (yang pernah mengalahkan kamu) dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak lelaki yang banyak. Serta kami jadikan kamu kaum yang ramai pasukannya. (QS AL Isra?:6)

Jika kita teliti kembali dalam realitanya maka berdirinya Negara Israel berdasarkan 6 Unsur , yaitu:

1. Kekuasaan dan negara Israel Yahudi akan dikembalikan sekali lagi kepada mereka setelah berhasil mengalahkan bangsa yang dulu pernah membinasakan kerajaan mereka yang pertama. Berdirinya negara Yahudi kedua dalam sejarah belum pernah terjadi selain pada tahun 1948 M, yaitu setelah berhasil mengalahkan pasukan Arab.( kemudian Kami kembalikan lagi kepadamu kekuasaan dari mereka yang pernah mengalahkanmu.Al Isra:6)

2. Bangsa Israel dibantu dengan dukungan harta yang melimpah ruah untuk mendirikan negara Israel. (dan Kami membantumu dengan harta kekayaan).

3. Israel didukung oleh kekuatan para pemuda yang siap berperang untuk mendirikan negara.Terbukti dengan ambisi mereka untuk menghijrahkan pemuda-pemuda yahudi dari berbagai negara ke Palestina, sejak sebelum Israel ada hingga hari ini. (dan anak-anak lelaki yang banyak)

4. Ketika perang Arab- Israel terjadi,jumlah tentara Yahudi lebih banyak daripada tentara musuhnya (negara Arab). Faktanya pada tahun 1948 jumlah tentara Israel 3x lebih banyak dari tentara Arab.

5. Orang-orang Yahudi berkumpul kembali setelah lama terpecah belah ke seluruh penjuru bumi.

6. Ketika Itu orang-orang Yahudi sudah berasal dar bermacam-macam suku. Adapun kini mereka berasal dari 70 bangsa. (Maka apabila telah datang janji hukuman yang terakhir, Kami akan mendatangkan kalian dalam keadaan bercampur baur Al Isra:104)



Penjelasan Matematik Terhadap Nubuat Al Quran.

Dalam sebuah makalah yang dibuat oleh Syaikh Muhammad Ahmad Ar-Rasyid tentang Tata Dunia Baru diceritakan tentang perkara berikut :

Sewaktu negara Israel berdiri dan diproklamirkan tahun 1948, seorang perempuan tua Yahudi masuk ke rumah ibu Muhammad Ar-Rasyid dalam keadaan menangis. Ketika ditanya kenapa dia menangis padahal orang-orang Yahudi sedang bergembira, dia menjawab Sesungguhnya berdirinya negara Yahudi ini menjadi sebab mereka akan dibinasakan.

Menurut perempuan tua itu bahwa negara Yahudi yang baru berdiri itu hanya akan berumur selama 76 tahun.

Menurut Muhammad Ar-Rasyid perkara ini ada kaitannya dengan putaran komet Heli yang punya hubungan erat dengan kepercayaan Yahudi.

Angka 19 dan Nubuat Kehancuran Israel

1. Berdasarkan kabar perempuan Yahudi tadi, negara Israel hanya berumur 76 tahun saja, yakni 19 x 4 . Katakanlah 76 tahun itu tahun Qamariyyah , karena Yahudi menggunakan hitungan bulan Qamariyyah. Tahun 1948 M bertepatan dgn tahun 1367 H, Dengan demikian jika perkiraan tadi benar berarti negara Israel akan berlangsung hingga tahun 1367 + 76 = 1443 H/2022M

2. Setiap kalimah dalam surat Al Isra menunjukkan hitungan satu tahun karena kalimatnya yang berjumlah 1556 itu = 1556 tahun (bilangan tahun antara kehancuran kekuasaan israel pertama hingga peristiwa Isra).

Jumlah ayat surat Al Isra sebanyak 111 = jumlah ayat dalam surat Yusuf.

Dan Kesamaan ini hanya ada dalam dua surat ini saja.

Apabila diteliti, surat Yusuf sebenarnya berbicara tentang ke munculan Bani Israil, sedangkan surat Bani Israil berbicara tentang akhir dari kewujudan Bani Israil di muka bumi suci yang diberkati. Setiap ayat dari surat Al Isra sering diakhiri dgn kalimah seperti : wakiilan, syakuuran, nafiiran, lafiifan semuanya berjumlah 111.

Dari jumlah itu jika dibuang beberapa kalimah yang sering diulang-ulang, maka tinggal 76 kalimah, yakni = 19 x 4.

Seperti keterangan terdahulu bahwa setiap satu kalimah mewakili bilangan satu tahun. 76 TAHUN !

Ada 4 ayat dalam surat Al Isra yang terdiri dari 19 kalimah, artinya jumlah kalimahnya 19 x 4. HASILNYA SEKALI LAGI adalah 76!!!

Seketika terlintas di benak saya untuk melihat ayat ke 76 yang ternyata berbunyi :

"Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Makkah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak akan tinggal melainkan sebentar saja.(Al Isra:76)

PERHATIKAN, sesudah kata qaliilan (sebentar/sedikit waktu) langsung terdapat nomor ayat yang ke 76..

Itu ARTINYA

ISRAEL HANYA BERDIRI SELAMA 76 TAHUN SAJA !!

dan seluruh orang Yahudi di dunia berkumpul di satu titik..yaitu Palestina...!!

Karena Kita Umat Islam akan mengepungnya....
dari segala penjuru arah.....!!

Hingga Batu dan Pohon pun Berbicara....!!

Allohu Akbar !!!!!!!!!!!!

LELAKI PENGGENGGAM HUJAN

Lelaki ini adalah Otak Staretegi Perang “Parit”
Di Madinah seorang Muslimah, telah mengambil hatinya
Bukan sebagai KEKASIH….
Tapi sebagai sebuah PILIHAN..

Pilihan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.
Menikah.

Iya hanya Menikah, jalan itu…
Tapi Madinah adalah tempat asing untuknya…
Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya
Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang….

Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah
berbicara untuknya dalam khithbah…
Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’.
”Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud Darda’ mendengarnya
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan.

Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah.

Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterus terangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman.

Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar dari pada pelamarnya!

Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati.

Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”

Cinta memang tak harus memiliki…

)I(

Lelaki ini adalah Khalifah ke empat, setelah Usman bin Affan…
Dia memandang seorang bocah perempuan
Di pelataran rumah seorang sahabatnya…
‘Aisyah binti Thalhah.
Nama bocah perempuan itu…..

Maka berkelebatlah Kenangan
Tentang sahabatnya itu ….Thalhah

Thalhah lah lelaki yang mengatakan
Pada perang Uhud
“Khudz bidaamii hadzal yauum, hattaa tardhaa…”
“ Ya Allah, ambil darahku hari ini sekehendakMu hingga Engkau ridha.”
Tombak, pedang, dan panah yang menyerpih tubuh dibiarkannya, dipeluknya badan sang Nabi seolah tak rela seujung bulu pun terpapas.

Tapi ia juga yang membuat Arsy Alloh bergetar dengan perkataannya
Maka Alloh menurunkan firmanNya kepada Sang Nabi dalam ayat kelima puluh tiga surat Al Ahzab.

Ini di sebabkan
Ketika Thallhah berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi, yang masih terhitung sepupunya

Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka.
Dengan isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik.

Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati,
“Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”

Maka bergetarlah Langit
“Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”
(QS Al Azhab 53)

Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya.

Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah.
‘Aisyah binti Thalhah.
Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya.
Persis seperti ‘Aisyah binti Abu Bakr yang pernah dicintai Thalhah.

Cinta memang tak harus memiliki…

)I(

Lelaki ini adalah sebaik-baiknya Raja
Sepeninggal Khalifah ke empat Ali Bin Abu Thalib

Hatinya, bergetar dan ia tahu
Dia telah Jatuh cinta
Pada seorang Muslimah Sholeha…
Rakyatnya

Tak ada yang istimewa
Pada wanita itu dari segi kecantikannya
Justru itu lah yang membuatnya Jatuh Cinta

Maka dengan kekuasaanya
Ia menikahi wanita itu…

Tapi ia tak tahu
Ia tak pernah bisa
MENIKAHI HATI WANITA ITU……

Wanita itu telah melatakan hatinya
Pada pemuda desanya….

Hingga di keheningan malam
Di 1/3 terakhir
Terdengarlah olehnya
Bait-bait
Puisi dalam lantunan Doa….
Tentang kerinduannya
Pada pemuda desa itu…

Ia sadar
Ini adalah DEKLARASI JIWA istrinya
“Aku Tak Mencintaimu”

Maka dengan berat hati
Ia ceraikanlah istrinya

Lelaki ini adalah Muawiyyah bin Abu Sofyan
Duta pertama dari Rasulullah Saw
Yang datang dan melaporkan keadaan Kepulauan Nusantara
Kepada Nabi Saw

Cinta memang tak harus memiliki…

)I(

Lelaki ini adalah IDEOLOG IKHWANUL MUSLIMIN
Orang no 2 yang sangat berpengaruh setelah Hasan AlBanna, pada Harokah itu..

Ia adalah lelaki Sholeh
Dulu ia pernah jatuh cinta pada gadis desanya
Namun gadis desa itu menikah
3 tahun setelah Lelaki ini pergi belajar ke luar negeri untuk Belajar
hal ini membuat ia sedih
namun ia tak mau larut dalam kesedihannya

kisah cintanya ia mulai dari awal lagi.
Ia kemudian jatuh hati pada Wanita Kairo.
Meskipun tidak terlalu cantik,
Ia tertarik pada gelombang unik yang keluar dari sorot mata wanita tesebut.

Tapi pengakuan bahwa gadis tersebut pernah menjalin cinta dengan laki-laki lain, membuat runtuh cinta lelaki ini

Ia hanya ingin wanita yang benar-benar perawan, baik fisik maupun hatinya
Akhirnya Ia membatalkan menikahi gadis tersebut.
Hal ini membuat Lelaki itu sedih cukup lama….

Sampai kemudian ia putuskan untuk menerima kembali wanita tersebut
Namun apa yang terjadi?? Ditolak.
Inilah yang kemudian membuat lelaki itu menulis roman-roman kesedihannya.

Yang luar biasa adalah, Lelaki Ini sadar dirinya berada dalam alam realitas.
Bukan dalam dunia ideal yang melulu posesif, indah dan ideal.

Kalau cinta tak mau menerimanya, biarlah ia mencari energi lain yang lebih hebat dari cinta. “Allah”,

Energi itulah yang kemudian membawanya ke penjara selama 15 tahun.
Menulis karya monumentalnya Tafsir “Fi Zilaalil Qur’an” (dalam naungan al qur’an).

Dan Syahid di tiang gantungan.
Sendiri!!!
Tidak ada air mata, tidak ada kecupan, tidak ada sentuhan wanita.
Benar-benar sendirian!!

Lelaki ini adalah
SAYYID QUTHB

Lelaki yang Alloh Maha Tahu…
Bahwa dirinya Lebih di HAJATKAN LANGIT…
Daripada wanita bumi….

Cinta memang tak harus memiliki…


Pada Salman…
Pada Thalhah
Pada Mu’awiyyah
Dan
Pada Sayyid Quthb

Kita belajar
Bahwa cinta itu harus di letakan di tangan
Bukan di hati
Karena sebelum deklarasi Akad di Ucapkan
Tak ada Hak pada dirimu….!!!
Tentang Wanita yang engkau cintai itu…..!!

Engkau hanya punya doa dan ikhtiar
Selanjutnya biarlah Alloh yang menentukan akhir kisah kita…..

Salman, Thalhah, Mu’awiyyah, Sayyid Quthb
Adalah LELAKI PENGGENGGAM HUJAN

Tak ada air mata..
Untuk mengenang kegagalan cinta mereka

Yang ada adalah air mata
Dalam doa-doa mereka
Semoga Alloh memberikan gantinya yang lebih baik
Lebih dari segala-galanya..
Di banding wanita itu…..

Sahabat…
Engkau pun Lelaki Penggenggam Hujan
Maka
Jangan Bersedihlah…

Peran dan manfaat muslimah berpolitik

Sebelum bicara lebih jauh, sebaiknya kita cari tahu dahulu apa itu As-Siyasah Asy-Syar'iyyah dalam Islam. Sebab, pemahaman terhadap suatu objek berdampak langsung terhadap penyikapan apa pun yang terkait dengan objek tersebut. Pemahaman yang tidak lurus dan utuh, akan membawa sikap yang parsial dan bengkok pula. Sebab, bayangan hanya akan mengikuti benda aslinya.

Secara bahasa (lughatan), As-Siyasah berasal dari kata ساس yang artinya mengatur, memimpin, dan memerintah. (Saasa al Qauma) : mengatur, memimpin dan memerintah kaum itu. (Assaa-is) : pengatur, pemimpin, manajer, administrator. Sedangkan (As-Siyaasah) artinya: administrasi, manajemen.

Dikatakan (Saasa Ar Ra'iyah yasuusuha siyasatan): mengatur rakyat dengan siyasah (politik). Dikatakan pula (Saasa wa siisa ‘alaih): mendidik dan dididik.

Jadi, dari sisi bahasa, makna politik adalah berputar pada mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, dan mendidik. Seluruhnya adalah makna positif dan mulia.

Makna secara syariat (syar’an), telah didefinisikan secara brilian oleh Imam Ibnu Aqil Al Hanbali Rahimahullah, sebagaimana telah dikutip oleh Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah sebagai berikut:
“As-Siyasah (politik) adalah aktifitas yang memang melahirkan maslahat bagi manusia dan menjauhkannya dari kerusakan (Al fasad), walaupun belum diatur oleh Rasulullah SAW dan wahyu Allah pun belum membicarakannya. Jika yang Anda maksud “politik harus sesuai syariat” adalah politik tidak boleh bertentangan dengan nash syariat, maka itu benar. Tetapi jika yang dimaksud adalah politik harus selalu sesuai dengan teks syariat maka itu keliru dan bertentangan dengan yang dilakukan para shahabat.para khulafaur rasyidin telah banyak melakukan kebijaksanaan sendiri yang tidak ditentang oleh para shahabat nabi lainnya, baik kebijakan dalam peperangan atau penentuan jenis hukuman. Pembakaran mushaf (selain utsmani, ed) yang dilakukan oleh Ustman semata-mata pertimbangan akal demi tercapainya maslahat. Demikian pula Ali bin Abi Thalib yang membakar orang zindiq di Akhadid. Umar bin Khattab juga pernah mengasingkan Nashr bin Hajjaj.”

Lalu Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah mengomentari:
“Aku (Ibnul Qayyim) berkata: Inilah tema yang membuat tergelincirnya langkah manusia, tersesatnya pemahaman, dan menghasilkan pemikiran sempit dan perdebatan yang sengit…”

Dalam kitabnya yang lain, Al ‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah juga berkata:
“Maka, tidaklah dikatakan, sesungguhnya politik yang adil itu betentangan dengan yang dibicarakan syariat, justru politik yang adil itu bersesuaian dengan syariat, bahkan dia adalah bagian dari elemen-elemen syariat itu sendiri. Kami menamakannya dengan politik karena mengikuti istilah yang mereka buat. Padahal itu adalah keadilan Allah dan RasulNya yang ditampakkan tanda-tandanya melalui politik.”

Apa yang diulas Imam Ibnul Qayyim ini adalah benar, sebab Rasulullah SAW telah bersabda:
“Adalah Bani Israil, dahulu mereka disiyasahkan oleh para nabi.”

Maka, politik yang adil merupakan perilaku para nabi terhadap umatnya terdahulu. Dengan kata lain politik adalah salah satu warisan para nabi.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengomentari hadits ini, katanya:
“Yaitu: mereka (para nabi) mengurus urusan mereka (bani Israil) sebagaimana yang dilakukan para pemimpin (umara’) dan penguasa terhadap rakyat. As siyasah adalah melaksanakan sesuatu dengan apa-apa yang membawa maslahat.”

Al-hafidz Ibnu Hajar rahimahullah memberikan syarah (penjelasan) sebagai berikut:
“Dalam hadits ini terdapat isyarat, bahwa adanya keharusan bagi rakyat untuk memiliki pemimpin yang akan mengurus urusan mereka dan membawa mereka kepada jalan kebaikan, dan menyelamatkan or yang dizalimi dari pelaku kezaliman.”

Demikianlah hakikat As-Siyasah Asy-Syar'iyyah yang dipaparkan oleh para ulama kredibel berdasarkan pemahamannya terhadap kesucian syariat Islam. Politik –pada dasarnya- adalah mulia, penuh keadilan, memiliki maslahat, mengurangi mafsadat, jauh dari kekotoran hawa nafsu dunia; intrik, menghalalkan segala cara, tipu menipu, dan saling sikut. Dengan kata lain, politik merupakan salah satu bentuk amal shalih bagi manusia, baik laki-laki atau perempuan. Namun, penyikapan dan penilaian manusia terhadap politik telah berubah seiring perubahan realita politik itu sendiri, setelah diracuni oleh pemikiran Nicolo Machiaveli, yakni tubarrirul wasilah (menghalalkan segala cara). Politik hari ini telah jauh dari dasar-dasar syariat, melainkan berkiblat kepada politik kezaliman yang dikembangkan oleh para tiran. Hingga akhirnya seorang reformis seperti Syaikh Muhammad Abduh berkata: aku berlindung kepada Allah dari politik, politikus, kajian politik dan membicarakan politik.

Demikianlah kabut yang telah menutupi wajah politik sejak berabad-abad lamanya hingga hari ini. Tetapi, realita lebih tept disebut sebuah kejahatan yang berdiri sendiri atau ‘penumpang gelap’ dalam dunia politik.

Ruang Lingkup Politik

Politik hari ini telah mengalami penyempitan medan amalnya, yakni seputar pada kepemimpinan, kekuasaan, pemerintahan, kebijakan negara, dan perundang-undangan. Inilah gambaran politik yang langsung ada di kepala kita, baik kaum terpelajar atau orang awam. Bicara politik tidak akan jauh dari itu semua. Hal itu benar jika dikatakan sebagai bagian dari politik saja. Sebab As-Siyasah Asy-Syar'iyyah –yang di dalamnya terdapat keadilan Allah dan rasul-Nya- tidak mungkin hanya dirasakan dan berada di ruang lingkup yang terbatas dan dilakoni oleh segelintir manusia. Tentu, hal itu jauh dari ruh ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.

Politik –dengan segala makna dasarnya; mengatur, mendidik, menguasai, mengurus, dan memimpin- sangat jelas dia juga ada pada zona kehidupan manusia yang lain, bahkan da dalam rumah tangga, politik ada dalam dunia pendidikan, politik ada dalam dunia ekonomi, politik ada dalam kehidupan bertetangga, dan tentunya ada pula dalam dunia dakwah. Bahkan esensi dakwah adalah juga politik, sebab keduanya sama-sama upaya untuk mengatur, mendidik, mengurus, dan menguasai manusia dengan aturan-aturan Allah ta’ala.

Muslimah Berpolitik

Setelah kita mengetahui kedudukan politik dalam Islam, bahwa dia juga merupakan ladang untuk beramal shalih. Maka, ladang ini merupakan ladang semua hamba Allah Ta’ala. Kewajiban beramal shalih tidaklah dibebankan untuk orang per orang saja tetapi semuanya. Tugas membenahi masyarakat, memperbaiki kehidupan, bukan hanya tugas laki-laki.
Allah ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-taubah : 71)

Pembebanan syariat atas laki-laki dan perempuan adalah sama, kecuali memang hal-hal tertentu yang dikhusukan bagi kaum perempuan (seperti haid, sitihadhah, nifas, persalinan, penyusuan, dan warisan). Keudanya adalah sama-sama hamba Allah Ta’ala yang dituntut untuk mengabdi kepada Allah Ta’ala, amar ma’ruf nahi munkar, dan memakmurkan dunia. Keduanya pun dituntut untuk kerjasama sesuai firman-Nya: “sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain.”

Kita melihat sendiri, tidaklah laki-laki munafiq menyerang Islam melainkan pasti di samping mereka ada perempuan munafiq yang mendukung mereka. Tidaklah laki-laki kafir menyerang Islam melainkan pasti di sampingnya perempuan kafir juga menyokong mereka. Tidaklah laki-laki sekuler menyerang agama, melainkan berdiri di sampingnya pula perempuan sekuler. Hal ini dengan jelas disebutkan oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala:

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. At-taubah : 67)

Dalam ayat lainnya:
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal : 73)

Maka, tuntutan saling menolong dalam kebaikan antara laki-laki dan perempuan, termasuk yang ada pada dunia politik, merupkan tuntutan syariat yang sangat jelas dan realistis.

Peran Muslimah Pada Masa Awal Islam

Pada masa-masa terbaik Islam, justru menempatkan peran serta muslimah yang sangat penting.

Suara pertama yang mendukung dan membenarkan kenabiannya adalah suara wanita yakni Khadijah binti Khuwailid.

Syuhada pertama dalam Islam adalah seorang wanita, yakni Sumayyah, ibu Ammar bin Yasir, yang dibunuh oleh Abu Jahal karena mempertahankan keislamannya.

Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shidiq RA bersembunyi di gua (Jabal Tsur), Asma binti Abu Bakar-lah yang bolak-balik membawakan makanan untuk mereka berdua, padahal kondisinya sedang hamil.

Ketika perang Uhud, Ummu Salith adalah wanita yang paling sibuk membawakan tempat air untuk pasukan Islam, sebagaimana yang diceritakan Umar bin Khattab. Ummu Salith juga pernah berbai’at kepada Rasulullah SAW.

Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya membuat enam bab tentang peran muslimah dalam peperangan yang dilakukan kaum laki-laki.
1. Bab Ghazwil Mar’ah fi Bahr (Peperangan kaum wanita di lautan)
2. Bab Hamli Ar-rajuli Imra’atahu fi Ghazwi duna ba’dhi Nisa'ihi (Laki-laki membawa istri dalam peperangan tanpa membawa istri lainnya)
3. Bab Ghazwin Nisa’ wa Qitalihinna ma’a Ar-Rijal (Peperangan wanita dan peperangan mereka bersama laki-laki)
4. Bab Hamli Nisa’ Al-Qiraba ilan Nas fil Ghazwi (Wanita membawa tempat minum kepada manusia dalam peperangan)
5. Bab Mudawatin Nisa’ Al-Jarha fil Ghazwi (Pengobatan wanita untuk yang terluka dalam peperangan)
6. Bab Raddin Nisa’ Al-Jarha wa Qatla ilal Madinah (Wanita memulangkan pasukan terluka dan terbunuh ke Madinah)

Selain Ummu Salith, kaum muslimah juga ikut berbai’at kepada Rasulullah SAW, seperti Ummu ‘Athiyah, Umaimah binti Ruqaiqah, dan kaum wanita Anshar. Sebagaimana yang diceritakan secara shahih oleh Imam An-Nasai.

Masih banyak lagi peran muslimah pada masa awal seperti peran ketika hijrah ke Habasyah, peran dalam pendidikan, dan lainnya. Semuanya menunjukkan bahwa Islam menempatkan keduanya seimbang saling mengisi dan bekerjasama secara normal.

Syubhat dan Jawabannya

Ada beberapa syubhat (keraguan) yang dilontarkan oleh sebagian orang untuk mencegah wanita keluar rumah dan mengambil hak-haknya secara syar'i. apalagi berpolitik dan berperan di parlemen, itu lebih haram lagi menurut mereka.

Syubhat pertama: Wanita diperintah untuk tinggal di rumah
Mereka berdalil dengan ayat
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (QS. Al-Ahzab : 33)

Ayat ini dijadikan alasan agar para muslimah tidak ke mana-mana, hanya di rumah saja. Pemahaman tersebut tertolak, karena lima hal:
Pertama, ayat tersebut khusus bagi para istri Rasulullah SAW sebagaimana tertera dalam ayat sebelumnya:
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,..” (QS. Al-Ahzab : 32). Meneladani istri nabi adalah keharusan, tetapi tidak berarti mencegah para wanita selain mereka untuk keluar rumah dalam rangka mengambil hak-haknya yang syar'i seperti menuntut ilmu, mengajar kaum wanita lain, berobat, berdakwah, ke pasar, mengunjungi famili dan orang tua, menjenguk orang sakit, dan lainnya. Taruhlah, ayat ini juga berlaku bagi semua wanita beriman, tapi itu –sekali lagi- bukan alasan untuk mencegah mereka untuk melakukan aktifitas syar'i yang perlu mereka lakukan.

Kedua, para shahabiyah adalah kaum wanita yang paling bertaqwa kepada Allah Ta’ala, paling tahu adab, paling paham agama, dan paling meneladani istri nabi, dibanding wanita zaman ini. Namun demikian, mereka tetap ikut berjuang bersama laki-laki sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas, mereka mendatangi majlis ilmu bahkan nabi punya pertemuan di hari tertentu untuk mengajarkan mereka, mereka ikut berbai’at kepada Rasullullah SAW, dan aktifitas lainnya yang membutuhkan mereka harus keluar rumah bahkan berinteraksi dengan laki-laki. Para shahabiyah yang memiliki keahlian mengobati ketika berperang, tentu keahlian tersebut tidak datang dengan sendirinya melainkan mereka harus mencari ilmunya. Untuk zaman ini, para wanita harus belajar di fakultas kedokteran, apalagi keberadaan dokter muslimah sangat dibutuhkan untuk mengobati atau mengurus wanita muslimah yang ingin melahirkan.

Ketiga, Aisyah RA, wanita yang paling faqih pada zamannya juga keluar rumah bahkan memimpin pasukan ketika konflik dengan Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal (unta). Beliau memimpin pasukan dari Madinah ke Bashrah, dan para shahabat nabi pun ada yang ikut rombongannya, dua orang diantaranya adalah shahabat yang tergolong dijamin masuk surga dan seorang lagi termasuk enam ahli syura yaitu Thalhah dan Az Zubair. Walau, akhirnya Aisyah menyesali ijtihadnya untuk menuntut kematian Utsman bin Affan kepada Ali bin Abi Thalib hingga pertumpahan darah sesama muslim. Aisyah (bersama ayahnya) pun pernah menjenguk Bilal bin Rabah ketika sakit (HR. Bukhari), oleh karena itu Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bolehnya wanita menjenguk laki-laki selama aman dari fitnah, dan beliau membuat bab tersendiri untuk masalah ini. Aisyah juga pernah nonton pertunjukan orang Habasyah ketika Idul Fitri bersama Rasulullah SAW. Kisah ini masyhur.

Empat, keluarnya para wanita kafir, munafiq, dan sekuler, menuntut keluar pula para muslimah untuk melawan mereka, menahan pemikiran jahat mereka, dan membendung akhlak kotor mereka. Tidak cukup melawan mereka di dalam rumah sambil mematikan acara televisi yang buruk, atau menidurkan anak bercerita shahabat nabi, itu semua baik dan penting, namun tidak cukup. Fenomena penolakan RUU APP yang dilakukan oleh kaum wanita kafir (yakni kristen), munafiq, dan sekuler, semakin membuktikan betapa pentingnya kaum wanita muslimah mendampingi kaum laki-laki untuk melawan mereka secara umum.


Kelima, melarang wanita keluar rumah adalah benar hanya pada kondisi tertentu, yakni ketika mereka dihukum karena kekejian (zina) yang mereka lakukan. Allah ta’ala berfirman
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya” (QS. An-Nisa’ : 14)

Syubhat kedua: Wanita bukan Pemimpin laki-laki

Mereka menganggap wanita yang emnjadi anggota parlemen telah menjadi pemimpin bagi laki-laki. Pernyataan ini tertolak karena dua hal:
Pertama, anggota dewan bukanlah pemimpin, bukan presiden, bukan perdana menteri, bukan pula kepala daerah, atau definisi apa pun yang bermakna pemimpin. Anggota dewan, sesuai dengan namanya, adalah wakil rakyat dari masing-masing daerah. Oleh karena itu parlemen dikenal dengan istilah Majlis An-Niyabah (Majelis perwakilan), bukan Majlis Imamah (majlis kepemimpinan). Mereka adalah pengawas pemerintah dan legislator (perumus undang-undang).

Dalam Islam, fungsi pengawasan bisa diartikan dengan penegak amar ma’ruf nahi munkar dan pemberi nasihat, maka di sinilah letak pentingnya keberadaan para dai dan daiyah di sana. Telah masyhur kisah seorang wanita yang menasihati Khalifah Umar dalam hal pemberian mahar, dan kisah ini sanadnya dikatakan bagus oleh Imam Ibnu Katsir. Nabi SAW pun pernah mendapat masukan dari Ummu Salamah pada saat perjanjian Hudaibiyah dan langsung diterapkan Nabi SAW. Intinya wanita berhak memberikan masukan, nasihat, amar ma’ruf nahi mukar kepada pemimpin, baik dia sebagai rakyat biasa, apalagi sebagai anggota dewan yang memang itulah tugasnya.

Sebagai fungsi legislator, tugas mereka bukan mencipta hukum dan undang-undang, sebab itu hanyalah hak Allah Ta’ala semata. Namun, yang mereka lakukan adalah merumuskan hukum dan undang-undang yang belum ada nashnya, atau masih nash umum yang masih membutuhkan perincian. Tugas ini (ijtihad/legislasi) bukanlah kekhususan buat laki-laki, melainkan untuk setiap muslim yang memiliki kecakapan. Ummul Mukminin Aisyah RA merupakanwanita mujtahid dan mufti di zamannya. Para shahabat nabi sering meminta penjelasan dalam berbagai hal kepadanya. Hal ini telah dihimpun oleh Imam Az-Zakrsayi dalam kitab Al-ijabah li istidrakati Aisyah ‘alash Shahabah, lalu diringkas oleh Imam As-Suyuthi dalam Ainul Ishabah. Memang, dalam sejarah masa lalu amat jarang wanita yang menjadi ahli ijtihad, namun saat ini banyak muslimah yang memiliki kecakapan seperti laki-laki, bahkan melebihinya.

Syubhat ketiga: Sad Adz-Dzara'i (Pencegahan) Agar Wanita Terhindar dari Fitnah

Ini adalah alasan selanjutnya. Mencegah diri dari potensi fitnah adalah baik dan mulia. Namun, berlebihan dalam pencegahan adalah sama halnya dengan sikap tanpa pencegahan, yaitu sama-sama menghilangkan maslahat, lalu lahirlah mudharat. Atau, bebas dari mudharat kecil dan pribadi, namun mengorbankan maslahat besar dan umum. Melarang wanita keluar rumah untuk ikut pemilu, atau kiprah politik lainnya dengan pelarangan itu maka hilanglah setengah (bahkan lebih) kekuatan (suara) umat Islam, atau hilang potensi kebaikan, hingga akhirnya kekalahan dan kelemahan dialami umat Islam. Maka, itulah fitnah yang sesungguhnya! Takut dengan fitnah pribadi yang akan dialami seorang wanita (alasan ‘fitnah’ ini pun masih bisa diperdebatkan), akhirnya mengorbankan kemaslahatan yang lebih besar dan jelas. Ini adalah penempatan sad adz dzarai (pencegahan) yang tidak pas. Tindakan ini memang harus diterapkan jika memang benar-benar terjadi fitnah yang jelas, bisa menghilangkan kemudharatan dan mendapatkan maslahat.

Kita memiliki kaidah akhafu dharurain (memilih kerusakan yang lebih ringan diantara dua kerusakan). Inilah jalan yang kita tempuh jika berhadapan dengan kondisi seperti ini. Terjadinya fitnah karena keluarnya wanita adalah sebuah mudharat, namun kekalahan umat Islam atau kekalahan kekuatan kebaikan, karena suara wanita tidak diizinkan keluar, maka mudharat yang lebih besar lagi dan berkepanjangan. Selanjutnya, ini semua membutuhkan kejelian dan analisa yang mendalam.

Peringatan

Kiprah muslimah dalam dunia sosial dan politik bukanlah kiprah tanpa syarat dan catatan. Ada beberapa patokan syar'i yang tidak boleh ditinggalkannya. Semua ini demi kebaikan muslimah itu sendiri, dan menjadikan apa yang dilakukannya adalah benar-benar amal shalih yang diterima Allah SWT.
1. Aktifitas politik, khususnya parlemen hanya untuk wanita yang benar-benar layak, pantas, punya waktu luang, dan sedang tidak ada tugas domestik (kerumahtanggan) yang sangat sulit jika ditinggalkan, seperti menyusui, dan memiliki anak-anak yang masih butuh perhatian kasih sayang, dan pendidikannya. Memaksakan kehendak dalam hal ini, sama juga mengorbankan masa depan mereka, bahkan masa depan sepenggal generasi manusia, dan khianat terhadap amanah (sebab anak adalah amanah). Maka, tidak semua wanita dibenarkan untuk menjadi anggota parlemen, namun mereka masih bisa berkiprah pada kehidupan sosial politik lainnya yang lebih mungkin.
2. Tidak melupakan tugas asasinya sebagai istri dari suaminya, dan ibu bagi anak-anaknya
3. Tetap teguh memegang prinsip-prinsip akhlak Islam: menutup aurat secara sempurna, tidak bersolek seperti wanita jahiliyah, tidak mendayu-dayu dalam bicara, tidak berduaan dengan laki-laki bukan mahram, dan menjauhi ikhtilat (campur baur) dengan laki-laki yang tidak diperlukan
4. Meluruskan niat, bahwa yang dilakukan adalah untuk mencari ridha Allah ta’ala, dakwah Ilallah dan amar ma’ruf nahi munkar. Bukan karena kekayaan dan popularitas.
Wallaahu a’lam.