Sabtu, 01 Mei 2010

NIAT & IKHLAS

Ikhlas merupakan salah satu dari berbagai amal hati, & bahkan ikhlas berada dibarisan pemula dari amal-amal hati. Sebab diterimax bbg amal tdk biss menjdi sempurna kecuali dgnx.
Maksud ikhlas disini adalah menghendaki keridhaan Allah dgn suatu amal , membersihkanx dr segala noda individual maupun duniawi. Tidk ada noda yg mencampuri suatu amal, seperti : kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri ygy tampak maupun yg tersembunyi, krn menghendaki harta rampasan, krn syahwat, kedudukan, harta benda, etenaran, agar mendapat t4 dihati org banyak, mencari sanjungan mereka, tdk ingin dicela, mengambil muka dihadapan org-org tertentu, meredam rasa dengki yg tersembunyi, meladeni rasa dengki yg tak tampak, kesombongan yg terselubung, atau krn alasan2x lain yg tdk terpuji, yg intinya menghendaki selain Allah dgn suatu amal, siapapun & apapun.
Landasan amal yg IKHLAS adalah memurnikan NIAT karena ALLAH semata. Maksud niat disini adalah pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan suatu tujuan yg dituntutnya. Maksud pendorong adalah penggerak kehendak manusia yg mengarah kepd amal. Seangkan tujan pendorongx amat bax dan beragam.Ada yg bersifat materil dan ada yg bersifat spiritual. ….(individual-sosial, duniawi-ukhrawi, sederhana-besar berbahaya, berkaitan dgn nafsu perut-birahi, kenikmatan akal-rohani, ada yg dilarang, mubah, dianjurkan dan adaa pula yg wajib)
Faktor pendorong ini dibatasi pd akidah manusia dan nilai yg yg diyakininya, pengetahuan dan pemikiran-pemikiranx, pengertia pengkajian, pengalan dan pengaruh lingkungan. Org mukmin yg lurus adalah jika pendorong agama didalam hatinya bias mengalahkan pendorong hawa nafsu, porsi akhirat bias mengalahkan porsi dunia, mementingkan apa yg disisi Allah drpd apa yg disisi manusia, menjadikan niat, perkataan dan amalnya bagi Allah, menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya bagi Allah, Robb semesta alam. Inilah yg disebut Ikhlas.


Dalam bahasa Arab, niat sering didefinisikan sebagai : Suara/getaran hati terhadap sesuatu yang dihadapi sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau menghindarkan kerugian. Dalam pengertian selanjutnya yang populier dalam ilmu syar’iy niat didefinisikan sebagai : Keinginan untuk melakukan amal perbuatan karena mengharap ridha Allah.


“…dan tidaklah kalian diperintah kecuali beribadah kepada Allah dengan ikhlas…….” (QS 98:5).
Ikhwan wa akhawat fillah, telah kita ketahui bersama bahwa syarat diterimanya amal adalah benar dan ikhlas. Benar mencontoh Rasulullah, ikhlas ditujukan semata untuk mencari keridhaan Allah. Kedua syarat itu tentunya mesti mengiringi setiap amal yang kita lakukan agar kita layak memperoleh surga Allah nanti di yaumil akhir.
Berbicara tentang ikhlas ada tiga ciri keikhlasan yang perlu kita tahu. Pertama memiliki perasaan sama bila dipuji atau dicela. Tidak bangga atau gembira ketika dipuji dan tidak jengkel atau marah ketika dicela. Kedua tidak merasa berjasa atau berprestasi dengan amalnya. “Karena sayalah Islam semerbak di kecamatan ini, dan sayalah yang pertama merintis pembinaan di kampus itu”, adalah contoh ketidakikhlasan. Ketiga mengharapkan pahala amal itu di akhirat, tidak di dunia, … “in ajriya illa ‘alalladzii fatharani, sesungguhnya upah kami adalah dari Allah yang menciptakan kami…” (QS 11:51).
Berikut ini sejumlah ilustrasi yang mungkin dapat memantapkan azam kita untuk selalu ikhlas dalam beramal.
Kisah pertama. :
Seorang Arab Badui, tidak disebut namanya, datang kepada Rasulullah kemudian beriman mengikuti Rasul dan meminta untuk ikut hijrah sampai akhirnya ikut Perang Khaibar. Pada saat pembagian ghanimah dia berkomentar “apa ini”? sahabat menjawab “jatah kamu yang telah disiapkan Rasulullah”, “aku ikut kamu ya Rasul bukan karena ini, tapi aku ingin leherku tertusuk anak panah, aku mati dan aku masuk surga”. Kemudian terjadi perang lagi dan sahabat Arab Badui ini ikut berperang dan terbunuh, lehernya terkena anak panah. Pada saat itu jasadnya dibawa kepada Rasulullah.
Rasul menyolatkannya dan berdoa “ya Allah ini seorang hambamu keluar berhijrah di jalanmu kemudian terbunuh mati syahid dan aku menjadi saksi baginya.
Kisah kedua:
Ada kisah populer yang disebut Shahibun Naqab, tentang seorang prajurit di waktu peperangan di masa Umayyah yang dipimpin Maslamah bin Abdul Malik. Ketika terjadi pengepungan sebuah benteng musuh tak ada satupun sahabat yang berhasil membuka benteng itu. Dalam kesempatan itulah prajurit ini masuk dengan melubangi tembok benteng (maka disebut naqab artinya lubang). Lewat lubang yang dia buat itulah tentara Islam bisa mengalahkan musuh. Sehabis peperangan Maslamah meminta agar tentara yang melubangi tembok melapor padanya. Setelah sekian lama tidak ada yang melapor, akhirnya datanglah seorang bertopeng menemui Maslamah. “Aku akan beritahu siapa tentara yang melubangi benteng itu, dengan syarat: pertama, jangan tanya siapa namanya, kedua jangan dicatat dalam sejarah, ketiga jangan diberi imbalan apapun.” Kemudian Maslamah menyanggupi. Lalu orang bertopeng itu memberitahu bahwa dialah orangnya dan segera setelah itu dia pergi meninggalkan Maslamah.
Kisah ketiga :
tentang Imam Syafi’i yang memesankan kepada murid-muridnya agar janganlah menyebutkan namanya atau menghubungkan satu hurufpun kepada dirinya sebagai penguat argumentasi kebenaran. Maksudnya “ini menurut Imam Syafi’i, ini diambil dari Kitab Al Umm karya Imam Syafi’i.” Bahkan Imam Syafi’i mengatakan saya tidak pernah mendebat seseorang atau berdiskusi dengan seseorang untuk menjatuhkan dia atau untuk mengalahkan dia melainkan saya berharap ketika saya berdiskusi dengannya kebenaran muncul dari dirinya sendiri.
Ikhwan wa akhawat fillah, keinginan kita untuk senantiasa ikhlas hendaknya jangan menjadi penghalang kita untuk menjadi gamang atau takut beramal. Ulama memberikan batasan : “meninggalkan amal karena manusia itu riya, karena takut dilihat orang kemudian tidak mau beramal itu juga riya, sementara beramal untuk manusia itu syirik, dan ikhlas terlepas dari keduanya.” Artinya janganlah karena takut riya kemudian kita enggan beramal. Semestinya terus perbanyak amal tanpa perduli dilihat atau tidak dilihat manusia namun berusahalah untuk tidak terjatuh pada riya.

Ikhwan wa akhawat fillah, ketahuilah bahwa semerbaknya amal dilatarbelakangi oleh keikhlasan.
Sebagai penutup, Imam Syahid Hasan Al Bana menjelaskan tentang ikhlas dalam rukun bai’ah kedua. “Ikhlas adalah seorang akh muslim dengan perkataannya, amalnya, jihadnya dan semuanya diniatkan karena Allah swt, mengharapkan ridhaNya dan balasan yang baik tanpa melihat keuntungan maupun penampilan, titel di depan atau dibelakang namanya. Dan dengan demikian dia menjadi prajurit aqidah dan fikrah, bukan prajurit atau pejuang kepentingan dan manfaat.
“Sesungguhnya amal seseorang bergantung pada niat, dan dia akan memperoleh apa yang dia niatkan...” ( Al Hadits)


1. Ta’rif Niat
Dalam bahasa Arab, niat sering didefinisikan sebagai : Suara/getaran hati terhadap sesuatu yang dihadapi sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau menghindarkan kerugian. Dalam pengertian selanjutnya yang populier dalam ilmu syar’iy niat didefinisikan sebagai : Keinginan untuk melakukan amal perbuatan karena mengharap ridha Allah.

2. Dalil-dalil tentang ikhlas dalam berniat melakukan amal perbuatan.
1. Al Qur’an Surah Al Bayyinah/98:5
2. Al Qur’an surah Az Zumar/39:11
3. Sabda Nabi: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya….al hadits.
4. Sabda Nabi :“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa dan kekayaanmu, akan tetapi Allah sangat memperhatikan hati dan perbuatanmu” Muttafaq alaih.

5. Kedudukan niat
1. Niat akan menentukan diterima atau tidaknya amal perbuatan seseorang. Sabda Nabi : “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya….

2. Niat akan menentukan balasan yang Allah berikan kepada seseorang. Rasulullah SA bersabda : Manusia itu ada empat macam: Orang yang dikaruniai ilmu dan harta dan ia amalkan ilmunya pada hartanya, lalu ada seseorang yang (melihatnya) dan berkata” Jika saja Allah memberikan kepadaku seperti yang diberikan kepadanya maka saya akan berbuat seperti yang ia perbuat. Maka kedua orang ini sama pahalanya. Dan orang yang dikaruniai harta tanpa ilmu, sehinga ia tersesat dengan hartanya, lalu ada orang yang (melihatnya) dan berkata : “Jika saja Allah berikan kepadaku seperti harta yang diberikan kepadanya maka saya akan berbuat seperti yang ia perbuat. Maka keduanya sama dosanya" HR Ibn Majah. Seseorang yang berniat baik diberi pahala sebelum beramal, dan yang berniat buruk berdosa sebelum berbuat.

3. Untuk membedakan antara ibadah dengan bukan ibadah, seperti orang yang duduk di masjid, pakah hanya sekedar istirahat atau I’tikaf, dsb.

4. Untuk membedakan satu ibadah dengan ibadah lainnya. Seperti orang yang berpuasa di luar bulan Ramadhan, apakah karena kifarat, nazar, qadha’, atau puasa sunnah.

5. Urgensi memperbaharui niat
Karena banyak virus yang menyerang keikhlasan niat seseorang, maka perlu sesering mungkin memperbaharui niat itu agar semakin bersih dan murni karena Allah semata-mata.
Virus-virus niat itu antara lain.:
1. Keinginan berhenti dari suatu amal perbuatan.
2. Bergeser dari keinginan semula, karena pengaruh bermacam-macam kebutuhan
3. Munculnya keragu-raguan terhadap suatu amal perbuatan.
4. Kisah-kisah teladan dalam niat yang ikhlas.

1. Kisah paa sahabat yang tinggal di Madinah, tidak dapat ikut serta dalam perangTabuk karena sakit, tetapi mereka mendapatkan pahala seperti mereka yang ikut dalam perang itu, karena memiliki niat yang baik.

2. Kisah Yazid bin Al Ahnas dengan anaknya. Yazid bersedekah beberapa dinar dan meletakkannya di belakang seseorang yang sedang shalat di masjid. Sebelum orang itu mengambilnya, datang anaknya yanr bernama Ma’n bin Yazid. Melihat ada sedekah Ma’n mengambilnya. Ketika ia tunjukkan kepada ayahnya (Yazid), ayahnya berkata : “Saya tidak ingin memberikannya kepadamu”. Akhirnya Ma’n mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Dan Rasulullah memutuskan :”Wahai Yazid, kamu telah memperoleh pahala niatmu (bersedekah), dan kamu berhak memperoleh apa yang kau ambil wahai Ma’n” HR Al Bukhariy.

3. Dari Abu Musa Al Asyariy berkata : Rasulullah ditanya tentang seseorang yang berperang karana syaja’ah (berani), hamiyyah (fanatis), dan riya (pamer), siapakah di antara mereka yang berjihad fi sabilillah? Rasulullah menjawab: “Yang berperang untuk meninggikan kalimah Allah-lah yang berjihad fi sabilillah” Muttafaq alaih.

4. Kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua tertutup batu besar, hingga mereka berkesimpulan tidak akan ada yang menyelamatkan dirinya kecuali berdoa kepada Allah dengan menyertakan amal shaleh yang pernah diperbuat. Lalu berdoalah orang pertama dengan pengabdiannya kepada orang tua, yang kedua dengan sikap iffah (menahan diri dari perbuatan dosa pada saat mampu melakukannya, dan ketiga berdoa kejujurannya memenuhi hak orang lain (membayar gaji karyawan), hingga mereka bisa keluar selamat dari bahaya itu. Hadits muttafaq alaih.

BUKTI-BUKTI PENGUAT IKHLAS
1. Takut ketenaran
2. Menuduh diri sendiri
3. Beramal secara diam-diam jauh dari sorotan
4. Tidak menuntut pujian dan tidak terkecoh oleh pujian
5. Tidak kikir pujian thd org yg memang layak dipuji
6. Berbuat selayaknya dalam memimpin
7. Mencari keridhaan Allah, bukan keridhaan manusia
8. Menjadikan keridhaan dan kemarahan krn Allah, bukan karena pertimbangan pribadi.
9. Sabar sepanjang jalan
10. Rakus terhadap amal yg bermanfaat
11. Menghindari ujub
12. Peringatan agar membersihkan diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar