Jumat, 22 Juli 2011

Agar Anak Tak Menyukai Televisi

Written By: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Direktur Auladi Parenting School

Sudah terlalu bosan kita mendengar keluhan banyak orangtua tentang tayangan-tayangan televisi. Sudah terlalu sering pula kritik terhadap tayangan televisi dilontarkan. Entah berapa kajian dan penelitian yang kerap mengangkat dampak negatif televisi terhadap perilaku anak. Kita menyadari tidak semua acara televisi tidak bermanfaat, tapi jika kita jujur pada diri sendiri dari apa yang kita lihat, kita perhatikan dan kita renungi dari televisi, maka anda akan mendapat kesimpulan: televisi ada manfaatnya, tapi dampak ketidakmanfaatannya jauh lebih banyak dan dahsyat dari manfaatnya.

Jadi, rasanya tak ada lagi alasan untuk tidak mengendalikan anak dari televisi. Bagaimana caranya? Setidaknya ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, meniadakan sama sekali televisi di rumahnya. Kedua, menyediakan televisi dengan teknik PENGENDALIAN.

Mana yang tepat? Bagi saya dua alternatif ini adalah pilihan yang lebih baik, setidaknya dibandingkan dengan membiarkan anak sebebas-bebasnya anak nonton televisi tanpa batas. Karena bagaimana tanpa pembatasan televisi berpotensi menjadi 'musuh' yang tak terlihat yang diundang tak secara sengaja oleh orangtua, merusak anak-anaknya. Tak berlebihan jika ada yang mengatakan upaya orangtua sedari kecil membina anaknya dengan agama, ngaji di TPA hingga memilih sekolah terbaik untuk anak bisa 'berantakan' gara-gara televisi.

Memang ada yang tak setuju jika tiada sama sekali televisi di rumah menyebabkan anak-anak dapat 'menjelajah' rumah tetangga. Tapi alasan ini sebenarnya menjadi alasan yang tak perlu dikhawatirkan sebab sebenarnya sebetah-betahnya anak main nonton televisi di rumah tetangga dapat dipastikan ia tidak dapat betah berjam-jam dan berlama-lama di rumah orang lain dibandingkan di rumah sendiri.

Meniadakan sama sekali televisi di jaman memang seperti sebuah keanehan ketika kita hidup di tengah hutan 'modernisasi'. Tapi sebenarnya ini dapat difahami jika konteks keluarga, ayah, ibu dan seluruh anak dipersiapkan dan dikondisikan dan mengkondisikan diri. Megganti jam televisi di rumah dengan kegiatan-kegiatan bersama orangtua-anak dapat menjadi alternatif pengganti yang mengasyikkan.

Tak sedikit di keluarga-keluarga yang memiliki 'anggota keluarga' yang tak pernah dilahirkan bernama televisi, kebersamaan antaranggota keluarga terutama antar orangtua-anak menjadi semakin berkurang. Orangtua-anak mungkin nonton bareng berdekatan setiap hari, tapi pada dasarnya mereka tidak hadir secara jiwa bersama-sama. Mereka terkonsentrasi untuk menyelami isi televisi dan tidak menyelami perasaan-perasaan anggota keluarga sendiri.

Alasan ketinggalan informasi juga dapat dinafikan dalam keluarga-keluarga yang sudah dipersiapkan dengan ketiadaan televisi ini. Bagi mereka, membaca koran setiap hari pun tidak akan pernah habis. Ribuan bahkan jutaan informasi bisa hadir setiap hari, tapi tak semua informasi selalu berguna untuk dikonsumsi. Saya lihat jika untuk sekadar kebutuhan informasi, setidak-tidaknya TVRI dan Metro TV menghadirkan acara-acara yang sangat aman untuk keluarga. Tapi pertanyaannya, yakinkah kita betah berlama-lama di dengan televisi itu berjam-jam dan tak tergoda untuk memindahkannya pada chanel lain?

Bagaimana mendapat hiburan untuk anak jika tidak ada televisi di rumah? Seorang ayah berkata bahwa bercanda dan bermain dengan seorang anak saat di rumah adalah hiburan yang tak pernah membosankan dan menguntungkan semua pihak: anak dan orangtua sendiri. Anak terstimulasi dan orangtua pun mendapat senyuman dan ketawa sana-sini. Refreshing bukan? Subhanallah, saya tersentuh dengan ikhtiar ini.

Sementara, yang lain kemudian menghadirkan sarana hiburan digital lainnya bernama vcd player atau komputer khusus anak di rumah. Ini juga upaya yang patut diapresiasi. Meski sama-sama produk elektronik dan seperti tidak ada bedanya, sebenarnya keduanya jauh berbeda dari segi pengendalian. Semua orangtua dapat mengontrol isi komputer/VCD Player tapi hampir semua orangtua pada saat yang bersamaan tidak dapat mengontrol isi televisi. Bahkan, pada acara untuk anak sekalipun yang judulnya kadang-kadang diselipkan kata 'pendidikan' iklannya justru jauh dari kesan mendidik anak-anak itu sendiri.

Sekali lagi, meniadakan televisi dapat menjadi alternatif lebih baik daripada membebaskan anak-anak sebebas-bebasnya tanpa batasan nonton televisi. Program meniadakan televisi di rumah ini akan berlangsung efektif jika orangtua dapat 'proaktif' mengelola kegiatan-kegiatan alternatif di rumah dan mempersiapkan mental jauh hari seluruh anggota keluarga di rumah.

Jika Anda menganggap meniadakan televisi sebagai hal yang mustahil alias uthopia, meski saya tidak menganggapnya demikian, maka alternatif lain selain meniadakan televisi adalah menghadirkan televisi dengan PENGENDALIAN. Metode pengendalian dapat ditempuh dengan beberapa tahapan dan upaya. Insya Allah jika upaya ini dilakukan dengan penuh kesungguhan dan konsistensi insya Allah anak-anak Anda bisa tak menyukai televisi dan bukan hanya sekadar dipaksa jauh dari televisi.

Pertama, BUAT ANAK SUKA MEMBACA. Ada banyak bukti anak yang suka membaca ternyata tidak menyukai televisi. Jika pun ada yang suka membaca dan suka nonton televisi, sebenarnya jika diamati lebih mendalam, kesukaan membacanya sekadar kesukaan insidental yang tak begitu mengakar. Anak-anak yang hanya membaca buku sepekan sekali jelas tidaklah dapat disebut anak yang suka membaca karena ketika seorang anak suka membaca maka sungguh anak ini akan 'tak betah' jika ia 3 hari saja tidak membaca buku.

Membuat anak suka membaca insya Allah pekerjaan tak terlalu sulit. Tak perlu kursus dan tak perlu jadi orangtua hebat untuk membuat anak suka membaca. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan, kemauan untuk menyediakan waktu 15 menit sebelum tidur dari 24 jam hidup kita untuk anak. Lakukan 15 menit ritual sebelum tidur yang berharga, untuk menginstallkan program-program positif ke dalam otak anak. Bacakan buku ini sejak ia bayi, buku dengan gambar penuh warna yang akan merangsang jutaan sel syarafnya bekerja. Sebelum tidurnya, setidaknya ketiga anak saya, saat mulai usia 1,5 tahun mereka sudah membawa buku ke kasurnya sebelum tidur untuk dibacakan cerita. "Bah... citaaaaa. Abah... cita ni.....".

Kedua, buatlah JAM BOLEH NONTON TELEVISI. Ingat, jangan pernah membaliknya dengan strategi JAM TAK BOLEH NONTON TELEVISI. Sebagian orangtua terjebak karena ingin membatasi anak dengan televisi caranya adalah membuat jam tak boleh nonton televisi, biasanya antara maghrib dan isya.Jika seperti ini caranya maka anak kita akan beranggapan hanya maghrib sampai isya yang tak boleh nonton televisi maka yang lainnya bebas nonton televisi.

Madonna yang 'seksi' itu ternyata juga membatasi anaknya dari televisi. Apatah lagi seharusnya sebagian kita yang 'mengerti' dan mengagungkan budi pekerti. Mengapa Madonna yang selebriti dunia saja membatasi anaknya dari televisi? Tiada lain dan tiada bukan pasti alasannya karena kesadaran akan dampak negatif yang dahsyat dari televisi.

Berapa lama waktu JAM BOLEH nonton televisi? Terserah Anda, bergantung kajian dan kesepakatan Anda dengan anak. Anak juga dapat mengajukan 'proposal' pada orangtua disertai dengan argumen-argumennya. 'Proposal' yang berisi jam berapa saja ia ingin nonton dan apakah tayangannya aman untuk mereka?

Jika Anda menanyakannya pada saya, saya akan menjawabnya maksimal 2 jam. Maksimal loh ya, bukan minimal. Syukur-syukur bisa 1 jam. Dengan 2 jam setidak-tidaknya anak dapat menonton 2 jenis tayangan televisi yang mereka sukai. Boleh berturut-turut, misalnya 2 jam di sore setelah pulang bermain dari pulang sekolah atau terputus 1 jam setelah pulang lelah bersekolah dan 1 jam di sore hari. Anda dapat memutuskan terputus sejam 2x atau 2 jam sekaligus setelah Anda yakin betul dengan tayangan-tayangan televisi di jam-jam yang ia pilih. Tapi sejujurnya, saya merekomendasikan Anda: JANGAN PERNAH DURASI MENONTON TV ANAK anda melebihi DURASI Anda BERSAMA Anak. Bersama anak loh ya, bukan hanya sekadar di dekat anak.

Jika anak menawar, merajuk, merengek dan menangis saat televisi harus dimatikan karena sudah 2 jam, maka ISTIQOMAHLAH. Pegang teguhlah. Jangan pernah tergoda dengan godaan tangisan anak sehingga anda melanggar aturan anda sendiri. Ini bisa berbahaya, anak akhirnya dapat menganggap orangtuanya hanya bicara pepesan kosong dan tidak dipercaya. Membuat aturan tapi buktinya bisa diruntuhkan.

Ketiga, SIMPAN TELEVISI DI TEMPAT YANG TAK NYAMAN. Bagaimana tak betah berlama-lama di depan televisi jika televisinya saja sudah mahal. Suaranya menggelegar pula. Tempat duduknya? Wahh sofa empuk modern minimalis yang nyaman di mata. Lengkap dengan sajian snack pula!

Coba kita balik dengan alternatif-alternatif ini: simpan televisi di komputer dengan memakai tv tuner atau simpan televisi di bawah tangga atau simpan di dekat kompor atau simpan di dekat meja yang sempit. Ihhh seperti bercanda. Tapi ini dijamin tokcer! Insya Allah anak Anda takkan betah berlama-lama.

Keempat, BANTU ANAK MEMBUAT KEGIATAN MANDIRI SAAT ANDA TENGAH SIBUK. Sebagian orangtua mengalami kesulitan saat menjalani kesibukan di rumah dengan urusan rumah tangga dan sekaligus ngurus anak. Akhirnya, televisi lagi-lagi menjadi jalan untuk mengalihkan perhatian anak agar tidak menganggu kegiatan orangtua dengan urusan lainnya (masak, nyuci, beres-beres) di rumah. Daripada anak rewel dan menganggu ya simpan di depan tv lagi akhirnya.

Untuk sebagian besar anak, bahkan orang dewasa sekalipun, tidak melakukan kegiatan sama sekali dan hanya menunggu orangtuanya, tentu saja adalah hal yang membosankan. Maka kerewelan menjadi hal yang tak terhindarkan. Bagi anak-anak di atas usia 7 tahun, mereka dapat saja secara mandiri mencari kegiatannya sendiri, tapi sebagian agak kesulitan untuk anak-anak di bawah 7 tahun. Karena itu membantu anak untuk membuat kegiatan mandiri menjadi salah satu solusi.

Insya Allah orangtua dapat membantu menciptakan 1001 jenis kegiatan mandiri untuk anak selain menyimpan anak di depan televisi. Saya hanya meyebutkan beberapa diantaranya dan saya yakin Anda dapat menemukan ribuan lainnya: 1. Mewarnai mainan anak 2. Menggambar/membuat tato di kaki... 3. Menggunting daun 4. Menempel-nempel 5. Main beras/pasir 6. Menyusun bangunan dari buku2/casing cd/kaset 7.menggulung2 kertas 8.Same Action (program aksi mirip: ibu memasak beneran, anak masak mainan, ibu nyuci piring benaran, anak nyuci piring mainan). 9. Menyimpan 20 barang tersembunyi dan anak mencarinya, jika ketemu ibu kasih hadiah special 10.water game (pake mangkok, sendok, sedotan) dan buaaaaaaaaaanyaaaaaaak deh lainnya!

Kelima, SEDIAKAN WAKTU BERSAMA ANAK. Ketika bersama anak, maka anda tidak hanya berada di dekat anak. Tak sedikit orangtua merasa 'aman' karena telah menyediakan waktu di dekat anak dengan menjadi ibu rumah tangga misalnya. Maaf, jangan salah kaprah saya selalu mengatakan kepada ribuan orangtua yang mengikuti program saya: jangan bangga dulu Anda memilih jadi ibu rumah tangga seolah menyediakan waktu 24 jam tapi tidak satu jam pun ternyata bersama anak.

Bersama anak itu artinya anda tidak bertiga dengan koran, tidak berempat dengan televisi, tidak berlima dengan masakan dan tidak bertujuh dengan cucian. Saat bersama anak, Anda benar-benar hadir bersama anak, bicara dengan anak dan bukan sekadar bicara pada anak. Kadang menjadi 'peserta', kadang menjadi 'panitia' dari acara yang Anda selenggarakan bersama anak di rumah. Kadang tertawa bersama, sesekali boleh menangis mengenang cerita.

Karena hanya di dekat anak, lebih banyak orangtua yang sering BICARA KEPADA ANAK daripada BICARA DENGAN ANAK dan sebagian orangtua akhirnya ketika megasuh anak mengalami kelelahan mental yang luar biasa: CAPEK DEH..... karena itu tak sedikit ibu rumah tangga yang seperti terlihat kelelahan dan stress jadi ibu rumah tangga. Bukankah anak itu anugerah? Bukankah Anda yang memilih berinteraksi lebih sering dengan sumber anugerah maka anda seharusnya salah satu orang yang paling bahagia?

Menjadi orangtua terbaik bukan berarti kita harus menyediakan waktu 24 jam hidup kita hanya untuk urusan anak. Insya Allah anak-anak kita pun ketika mereka semakin tumbuh menjadi remaja, menjadi dewasa dan seterusnya tak butuh waktu kita selama-lamanya. Mereka pun butuh waktu dengan teman-temannya, seperti kita juga berhak melakukan kegiatan-kegiatan sendiri tanpa anak. Anda hanya diminta menyediakan waktu bersama anak. Jika Anda menyediakannya, maka sungguh saat anak mendekati, orangtua akan merasakan kesejukan, ketenangan, keriangan di lubuk hatinya dan anak benar-benar menjadi cahaya mata (qurrotu'aini) dan bukan penganggu orangtua.

Bagi saya, satu jam sehari bagi para ayah dan ibu yang bekerja atau 2-4 jam sehari bagi yang ibu bekerja sudah cukup. Inilah yang hilang dari sebagian anak jaman kita hari ini. Tak sedikit anak menjadi 'yatim piatu' di saat orangtuanya sebenarnya masih lengkap. Mereka bertemu setiap hari dengan orangtua, tapi sebagian hanya bertemu 'say hallo' semata. Sebagaian orangtua bertemu dengan anak-anaknya bahkan bersama di depan televisi. Sebagian mereka menangis. Ya, menagis, tetapi bukan menangis karena menyelami isi hati anak-anaknya sendiri, tapi menangis karena isi acara televisi. (*)