Selasa, 21 Desember 2010

Selamat Hari IBU

Menurut catatan  akhir tahun komnas perlindungan anak,  http://wandahamidah.blogdetik.com/ Pada periode Januari - Desember 2009, Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 102 pengaduan anak hilang dari masyarakat. Sebanyak 22 orang diantaranya raib dari Rumah Sakit, klinik bersalin, dan Puskesmas. Setahun kemudian, bukannya menyusut malah meningkat manjadi 110 kasus. Dari jumlah itu, 26 anak hilang dari lingkungan rumah, sekolah, dan tempat-tempat bermain anak. Bayi yang menjadi sasaran penculikan di Rumah Sakit, Klinik bersalin maupun Puskesmas umumnya adalah bayi-bayi berumur di bawah lima hari.
Dari kasus di atas nampak jelas bahwa anak telah dijadikan sebagai komoditas baik oleh orang tuanya maupun oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab, yang ingin mengambil keuntungan dari keluguan, kelucuan dan ketidakberdayaan  seorang anak. Bagi orang tua yang belum dikarunia anak, amat berharga bila dapat mengadopsi anak yang lucu dan imut, walaupun asal-asulnya belum diketahui.  itulah sebabnya kasus jual beli anak sangatlah marak di satu sisi ada ibu/keluarga inti yang sebenarnya tidak menginginkan kelahiran anak karena faktor hamil diluar nikah atau karena faktor ekonomi dan di sisi lain ada konsumen yg ingin menimang bayi maka terjadilah jual beli anak. Selain itu faktor ekonomi kerap kali menjadi alasan utama memperkerjakan anak di bawah umur, sehingga bermunculanlah para anjal (anak jalanan) yang kerap meramaikan jalanan kota-kota besar di Indonesia. Dampak negatifnya keluguan mereka rentan terpengaruh premanisme sehingga mereka tumbuh sebagai pribadi yang labil dan tak terdidik. Anak laki-laki kebanyakan jadi germo, pil dan pengedar narkoba, yang perempuan pun tak jauh-jauh banyak terjerumus ke lembah hitam.
Dari hasil diskusi terarah (Focus Group Discussion) yang diadakan Komnas Anak dengan 4.726 anak-anak pelajar Sekolah Menengah Atas di 12 kota besar, pada 2009 lalu, terungkap sejumlah data mengejutkan. Sekitar 21,22% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi, dengan berbagai alasan. Angka itu tak mengejutkan mengingat  tak kurang dari 93,73% responden mengaku pernah berhubungan seksual dengan teman sebaya, pacar, atau orang lain
Jika tidak dijual atau diaborsi, masih ada satu lagi kemungkinan penderitaan bayi-bayi di negeri ini, yaitu dibuang. Sepanjang tahun 2009-2010, Komnas Anak memantau 824 kasus pembuangan bayi. Sekitar 68% dari bayi yang dibuang itu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Lokasi pembuangannya beragam, mulai bak sampah, halaman atau teras warga masyarakat, sungai, got, dan pembuangan air selokan, rumah ibadah, rumah bersalin, terminal bis sampai stasiun kereta api, halte dan tempat pemakaman umum.
Lolos dari fase rawan saat masih bayi, tidak berarti anak-anak bebas dari kesengsaraan. Ancaman penculikan masih menghantui. Anak bibawah 12 tahun biasanya diculik untuk dijadikan pengemis, pengamen, atau dipaksa bekerja ditempat pelacuran. Sejumlah data mengenai skala kejahatan perdagangan anak yang doperdagangkan per tahun, 30 persen di antaranya adalah perempuan di bawah 18 tahun. Nasib mereka biasanya berakhir di lokasi prostitusi.
Investigasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Pontianak beberapa tahun lalu menemukan ratusan remaja Indonesia terdampar di rumah-rumah pelacuran di perbatasan Brunei Darussalam - Malaysia. Sebuah sindikat perdagangan anak yang terorganisir rapi, menculik anak-anak ini dari Indonesia dan menjual mereka ke cukong-cukong pemilik rumah bordil di sana.
Kekerasan seksual memang salah satu ancaman paling nyata didunia anak. Komnas Anak setiap harinya menerima pengaduan  kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada kurun waktu 2010 menunjukkan bahwa pelaku kekerasan justru biasanya orang yang dikenal anak.  Sebagian besar korban adalah anak perempuan berusia 6-15 tahun, meski ada juga satu kasus dimana korbannya masih berusia kurang dari 1 tahun.
Tak tahan dengan kondisi mengenaskan di rumah, tak sedikit anak yang memilih melarikan diri ke jalanan. Pada tahun 2010, ketika pertama kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan ada sekitar 240.000 anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia. Sekitar 5-7% dari mereka, mengaku lari dari rumah karena kekerasan dalam rumah tangga. Setiap tahun, jumlah anak jalanan terus meningkat. Direktorat Jenderal Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial pada 2009 mencatat ada 5,4 juta anak terlantar di seluruh Indonesia.
Itu baru soal kekerasan terhadap anak. Eksploitasi ekonomi atas anak juga masih menjadi masalah besar di Indonesia. Pada tahun 2000, Badan Pusat Statistik menemukan ada 2,1 juta anak di Indonesia yang bekerja pada situasi buruk. Sekitar 50% dari total pekerja anak itu, bekerja sampai 35 jam seminggu.
Data International Labour Organization (ILO) bahkan menunjukkan angka yang lebih banyak. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang khusus menangani isu perburuhan itu menemukan sekitar 8 juta pekerja di Indonesia berusia di bawah 15 tahun. Umumnya mereka bekerja pada sektor-sektor pekerjaan yang sebenarnya terlarang untuk anak, seperti industri perikanan (umumnya anak dipekerjakan sebagai penjaga jermal-usaha penangkapan iklan di lepas pantai), pertambangan, konstruksi, transportasi, dan industri kimia.

Inilah potret kusam masalah anak di negeri ini. Jika kita para orang tua khususnya ibu masih mengatakan everything is gonna ok maka realitas yang berbicara. Mungkin kita beranggapan anak kita bisa kita didik di rumah-rumah kita dan tak ada efeknya, maka anak kita juga adalah pribadi sosial yang akan bergaul dengan orang lain dan lingkungannya, dan jika tidak ada penguatan dari keluarga terhadap anak kita maka jiwa labilnya akan senantiasa terpengaruh oleh hal-hal negatif yang dia temui di lingkungan sekolah maupun rumahnya.  Ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak-anak. Penguatan emosional Quotion (EQ) dan Spiritual Quoation (SQ) menjadi hal yang mutlak diberikan dalam masa perkembangannya terutama pada saat golden  age (0-5 tahun). kasih sayang dan pendampingan yang terus menerus kita berikan sehingga anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan didikan rumah lebih diutamakan dari lingkungan luarnya. Menjadi ibu yang trampil mutlak diperlukan untuk mengatasi problem sosial yang kita hadapi saat ini. Ibu yang tdk hanya sebagai orang yang melahirkan anaknya tetapi bisa pula menjadi sahabat bagi anaknya dalam menjalani kehidupannya dan terutama menjadi teladan yang baik bagi keluarganya. Saya ingin mengutip sebuah hadits Rasulullah tentang bagaimana mendidik anak.
Jika anakmu berusia 1-7 tahun didiklah dengan bermain
Jika anakmu berusia 7-14 tahun didiklah dengan kedisiplinan
Dan jika anakmu  berusia di atas 14 tahun didiklah dengan menjadi sahabatnya.
Pr kita sebagai  ibu masih banyak  semoga dengan bekal keikhlasan dan kasih sayang,  amanah sebagai ibu itu bukan menjadi beban bagi kita bahkan menjadi rahmat karena kita sudah dianugerahi Allah dipanggil oleh anak kita sebagai "IBU"

Selamat Hari Ibu



Catatan kecil ba'da ashar