Kamis, 09 Desember 2010

Rashidul Harakah (Aset Utama Pergerakan)

Ikhwah fillah,
Dalam pergerakan Islam, aset utamanya bukan harta, gedung-gedung yang dimiliki, ataupun pos-pos jabatan strategis yang telah diraihnya. Yang menjadi aset utama gerakan (rashidul harakah) adalah kader. Satu orang kader tidak dapat dibandingkan dengan sekian milyar dana, karena menyadarkan seseorang hingga mendapatkan hidayah adalah pekerjaan amat besar yang tidak bisa ditukar dengan materi seberapapun.

Rasulullah SAW sendiri telah memberikan kabar betapa besarnya “nilai” hidayah, hingga satu orang saja yang berhasil didakwahi, itu lebih baik dari onta merah.

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seorang laki-laki melalui tanganmu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (HR. Bukhari Muslim)

Onta merah adalah harta orang Arab yang paling mahal saat itu. Sementara dalam hadits lain disebutkan “lebih baik dari dunia seisinya.”

Menyadari bahwa kita adalah aset utama dakwah
Ikhwah fillah,
Hakikat besar ini perlu disadari oleh semua kader dakwah. Bahwa dirinya adalah aset utama harakah. Kesadaran ini dengan sendirinya akan mengarahkan seorang kader untuk sungguh-sungguh menempa dirinya menjadi yang terbaik. Sebab kemajuan dakwah akan dipengaruhi oleh kemajuan kader-kader seperti dirinya. Sebab masa depan dan pencapaian dakwah akan berbanding lurus dengan kualitasnya.

Menempa diri menjadi kader-kader pilihan (rijaalul khiyariyah) merupakan keniscayaan. Dan pekerjaan besar ini bukan semata tanggung jawab struktur gerakan (tanzhim harakah), melainkan juga tanggung jawab pribadi masing-masing kader. Itulah sebabnya ada istilah tarbiyah dzatiyah yang harus secara serius dilaksanakan oleh kader dakwah.

Kader dakwah, yang dalam Al-Qur'an dicitrakan dengan gelar “rabbani” sesungguhnya menyiratkan perbaikan kualitas yang harus menjadi agenda prioritas kader sebagai aset utama gerakan (rashidul harakah).

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” Akan tetapi, (dia berkata) “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali Imran : 79)

terkait dengan makna rabbani ini, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari yang dikenal dengan sebutan Imamul Mufassirin mengatakan bahwa rabbani adalah seseorang yang memenuhi beberapa kualifikasi sebagai berikut:
1. faqih, dalam arti memahami Islam dengan sangat baik
2. 'alim, dalam arti memiliki ilmu pengetahuan
3. bashir bi as-siyasah, dalam arti melek politik
4. bashir bi at-tadbir, dalam arti melek manajemen
5. qaim bi syu'uni ar-ra'iyah bimaa yuslihuhum fi dunyaahum wa diinihim, yaitu melaksanakan segala urusan rakyat yang mendatangkan kemaslahatan mereka, baik dalam urusan dunia maupun agama.

Secara da'awiyah, hamba yang rabbani akan menjadi syakhshiyyah da'iyah yang pada akhirnnya mampu menjadi murabbi dan beramal jamai, lalu bersama-sama dengan kader yang lain akan melakukan aktifitas yang tertata dengan rapi. Ia terus aktif dan bergerak dalam sebuah barisan yang kokoh, serta berkontribusi di tengah masyarakatnya.

Secara sosial, hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah ijtima'iyah yang memiliki keahlian, kepedulian dan menjadi tokoh di masyarakat. Ia menjadi rujukan dalam mencari solusi setiap problem di tengah masyarakat. Akhirnya, hamba yang rabbani pun dapat mengarahkan masyarakat pada pengamalan Islam yang utuh.

Selanjutnya, sampailah hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah dauliyah yang memiliki wawasan global, menjadi pelopor perubahan, dan menjadi negarawan. Dalam konteks sekarang, kader dakwah yang telah menjadi hamba rabbani akan menjadi politisi yang unik dan khas di dunia perpolitikan. Ia bergaul dengan para politisi yang lain, namun memiliki keistimewaan dibanding mereka. Ada visi dan misi yang diemban yang menjadi landasan geraknya. Ia menjadi orang yang kuat karena visi misi tarbiyahnya.

Tarbiyah Madal Hayah
Ikhwah fillah,
Bahwa kader adalah aset utama gerakan (rashidul harakah), maka ia harus dijaga sebaik-baiknya. Jangan sampai ada kerusakan, jangan sampai ada fluktuasi nilai, jangan sampai futur dan stagnan. Sebaliknya, seiring berjalannya waktu dan besarnya tugas dakwah, kader sebagai aset utama gerakan harus semakin tinggi nilainya, semakin dinamis dan berkualitas.

Maka tidak ada cara lain kecuali mengimplementasikan tarbiyah madal hayah; pembinaan dan pendidikan sepanjang hidup. Tarbiyah merupakan pintu gerbang bagi tegaknya aspek kekuatan umat Islam. Ia merupakan aspek pokok yang menjadi akar bagi aspek-aspek yang lain, baik itu kekuatan ekonomi, politik, hukum, sosial, maupun militer.

Allah SWT telah memerintahkan kepada umat Islam dalam surat Al-Anfal ayat 60 agar menyiapkan berbagai kekuatan secara maksimal dengan berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu} kamu menggetarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal : 60)

Kata min quwwatin pada ayat di atas berbentuk isim nakirah. Artinya, ayat tersebut mengandung perintah yang besar dan menyeluruh. Seluruh kekuatan wajib disiapkan oleh umat Islam baik pada setor ekonomi, pendidikan, sosial, ruhiyah, jasadiyah dan lain-lain. Adapun tarbiyah adalah penopang seluruh kekuatan yang harus disiapkan umat Islam. Dari tarbiyah inilah ruh dakwah yang syumul akan tumbuh berkembang menjadi pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan bergerak bersama Islam. Selain itu, juga tumbuh menjadi sosok panutan di tengah masyarakatnya dengan keteladanan dan kontribusi positif.

Ungkapan tokoh umat untuk menyemangati proses tarbiyah kita
Imam Syafi'i mengingatkan:

Siapa yang tidak belajar (ta'lim) pada masa mudanya maka takbirkanlah empat kali untuk kematiannya. Demi Allah, yang namanya pemuda adalah yang berilmu dan bertaqwa. Jika tidak ada keduanya maka jangan anggap dia itu ada.
Dalam risalah Hal Nahnu Qaumum 'Amaliyun Hasan Al-Banna mengatakan :

Sesungguhnya tujuan pertama gerakan dakwah adalah mentarbiyah jiwa, memperbarui spirit, dan penguatan akhlak serta menumbuhkan peran pentingnya di tengah-tengah umat. Mereka meyakini bahwa itu adalah asas pertama yang harus dibangun untuk kebangkitan umat dan bangsa.

Sedangkan Yusuf Qardhawi mengungkapkan:

Adapun tarbiyah adalah hal terpenting dan utama dalam gerakan dakwah, karena tarbiyah adalah asas perubahan, dan gelombang kebaikan serta perbaikan. Jika tida ada maka kehidupan yang islami atau merealisasikan undang-undang Islam hanyalah menjadi mimpi.
Musthofa Masyhur mengatakan:

Pribadi muslim adalah pilar bagi keluarga, masyarakat, dan negaranya. Jika tarbiyahnya kuat maka kuat pula bangunannya tersebut.
Semoga ungkapan para ulama tersebut menjadi spirit tersendiri bagi kita untuk mengoptimalkan tarbiyah setelah menyadari bahwa kita adalah aset utama gerakan (rashidul harakah).

Tajarrud

Apa yang dimaksud dengan tajarrud atau totalitas dakwah? KH.Hilmy Aminudin memaknai tajarrud sebagai ketulusan pengabdian kader dakwah bukanlah meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah.
Apakah yang selama ini sudah kita berikan untuk dakwah dan dien ini? Apakah kita hanya disibukkan dengan masalah yang berkutat diri sendiri saja? Apakah dakwah dan tarbiyah hanya sebagai sampingan saja, kalau sempat saja? Apakah kita hanya memberikan waktu sisa, energi sisa dan harta sisa untuk dakwah? Datang syuro atau ngaji dengan waktu sisa dan energi sisa hingga badan sudah lelah, pikiran sudah jenuh dan mata pun sudah mengantuk? Itu masih mending mungkin daripada yang tidak hadir karena sudah capek dan mengantuk? 
Sayyid Qutb mengatakan, “Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.” Nach, kita termasuk yang mana nich? Berapa waktu yang kita gunakan untuk memikirkan dan mengelola dakwah,tarbiyah dan kemajuan umat? Berapa pengorbanan yang kita berikan untuk memerdekakan diri kita dari belenggu egoisme pribadi? Barangkali kita yang lebih disibukkan dengan masalah diri kita sendiri, repot dengan keluarga, bingung mengelola organisasi, stress mengelola waktu, nervous memanaj potensi sehingga kita kehilangan banyak meomentum di sekitar kita. Padahal di sekitar kita banyak yang membutuhkan pembinaan dan seruan dakwah. Banyak anakremaja yang terjerumusnarkoba, banyak kemaksiatan merajalela, dsb. Bahkan banyak yang sebenarnya merindukan untuk dibina tapi malah kita “binasakan” karena tidak serius mengelolanya.
Coba kita bandingkan diri kita dengan orang-orang Barat. Dalam bukunya Syakb Arselan, pemikir Muslim dari Syiria, ia menjelaskan kenapa kaum Muslimin mundur sedangkan orang-orang Barat maju adalah karena orang-orang Barat lebih banyak berkurban daripada kaum Muslimin. Mereka memberi lebih demi agama mereka ketimbang apa yang diberikan kaum Muslimin bagi agamanya.
Tuh kan…,selama ini barangkali kita tertinggal karena belum seserius mereka.
Mari kita gunakan semua yang kita miliki demi kejayaan dakwah. Anak, istri, harta benda, pekerjaa,waktu dan tenaga yang kita miliki bukan penghalang dakwah tapi justru bisa menjadi pendukung dakwah. Sehingga antara keluarga dan dakwah, antara profesi dan dakwah tidak lagi saling dipertentangkan tetapi saling mendukung. Bukan meninggalkan semuanya untuk dakwah tetapi membawa semuanya demi kejayaan dakwah.
Wallahu a’lambishowab

Tarbiyah, sebuah proses pembentukan

Tarbiyah… sebenarnya apa tujuan dari tarbiyah itu? Baik murobbi maupun mutarobbi seharusnya paham akan tujuan tarbiyah sehingga tarbiyah tidak hanya sekedar rutinitas tapi ada target atau tujuan yang dicapai.

Tarbiyah, Sebuah Proses Pembentukan
Ust. Abdul Muiz, MA
Pengertian Tarbiyah secara bahasa tansyiah (pembentukan), riayah (pemeliharaan), tanmiyah (pengembangan), dan taujih (pengarahan)
Maka proses tarbiyah yang kita lakukan dengan menggunakan sarana dan media bermacam-macam, seperti halaqah, tatsqif, ta’lim fil masjid, mukhoyyam, lailatul katibah dan lainnya harus memperhatikan empat hal di atas sebagai langkah-langkah praktis untuk sampai pada tujuan strategis, yaitu terbentuknya pribadi muslim atau shalih mushlih.
1.Tansyi’ah (Pembentukan)
Dalam proses tansyi’ah harus memperhatikan tiga sisi penting, yaitu:
a. Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah
Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti qiyamul lail, shaum sunnaah, tilawah Qur’an, dzikir, dan lain-lain. Para murabbi harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah ruhiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalasah ruhiyah, dalam membentuk pribadi mutarobbi pada sisi ruhiyah ma’nawiyahnya dirasakan serta disadari oleh mutarobbi bahwa ia sedang menjalani proses pembentukan ma’nawiyah ruhiyah. Jangan sampai mabit hanya untuk mabit.
b. Pembentukan fikriyah tsaqafiyah
Sarana dan media tarbiyah tsaqofah harus dijadikan sebagai sarana dan media yang dapat membentuk peserta tarbiyah pada sisi fikriyah tsaqafiyah, jangan sampai tatsqif untuk tatsqif dan ta’lim untuk ta’lim, tetapi harus jelas tujuannya bahwa tatsqif untuk pembentukan tasaqofah yang benar dan utuh, ta’lim untuk tsaqofah fid dien dan ini harus disadari dan dirasakan oleh murabbi dan mutarobbi.
c. Amaliyah harakiyah
Proses tarbiyah selain bertujuan membentuk pribadi dari sisi ruhiyah ma’nawiyah dan fikriyah tsaqafiyah juga bertujuan membentuk amaliyah harakiyah yang harus dilakukan secaa bebarengan dan berkisanambungan seperti kewajiban rekruitmen dengan da’wah fardiyah, da’wah amah dan bentuk-bentuk nayrud tarbiyah lainnya, serta pengelolaan halaqoh tarbiyah yang baru sehingga sisi ruhiyah ma’nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah teraktualisasi dan terformulasikan dalam bentuk amal nyata dan kegiatan riil serta dirasakan oleh lingkungan dari masyarakat luas.
2.Ar-Riayah (Pemeliharaan)
Kepribadian Islami yang sudah atau muai terbentuk harus dijaga dan dipelihara ma’nawiyah, fikriyah tsaqofiyah dan amaliyahnya dan ditaqwin (dievaluasi) sehingga jangan sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan demikian kualitas dan kuantitas ibadah ritual, wawasan konseptual, fikrah dan harakah tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Tidak ada penurunan dalan tilawah yaumiyah, qiyamul lail, shaum sunnah, baca buku, tatsqif, liqoat tarbiyah dan aktifitas da’wah serta pembinaan kader.
3. At-Tanmiyah (Pengembangan)
Dalam proses tarbiyah, murabbi dan mutarobbi tidak boleh puas dengan apa yang ada dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, apalagi menganggap sudah sempurna. Murobbi dan mutarrobbi yang baik adalah murobbi dan mutaroobi yang selalu memperbaiki kekurangan dan kelemahan serta meningkatkan kualitas, berpandangan jauh ke depan, bahwa tarbiyah harus siap dan mampu menawarkan konsep perubahan dan dapat mengajukan solusi dan berbagai permasalahan umat dan berani tampil memimpin umat. Oleh karenanya kualitas diri dan jama’ah merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan dalam proses tarbiyah.
4.At-Taujjh (Pengarahan) dan At-Tauzif (Pemberdayaan)
Tarbiyah tidak hanya bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik dan berkualitas secara pribadi namun harus mampu memberdayakan dan kualitas diri untuk menjadi unsure perubahan yang aktif dan produktif (Al muslim as shalih al mushlih).
Murobbi dapat mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan mutarobbinya sesuai dengan bidang dan kapasitasnya. Mutarobbi siap untuk diarahkan, ditugaskan, ditempatkan dan difungsikan, sehingga dapat memberikan kontribusi riil untuk da’wah, jama’ah dan umat, tidak ragu berjuang dan berkorban demi tegaknya dienul Islam.
“Dan di antara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang menjadi apa yang mereka telah janjikan kepada Allah, maka di anatra mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya (QS….)
Indikasi keberhasilan tarbiyah bisa dilihat pada peran dan kontribusi kader dalam penyebaran fikrah, pembentukan masyarakat Islam, memerangi kemungkaran, memberantas kerusakan dan mampu mengarahkan dan membimbing umat ke jalan Allah. Serta dalam keadaan siap menghadapi segala bentuk kebatilan yang menghadang lajunya da’wah Islam
“Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. 9:111)
Semoga Allah selalu bersama kita dan kemenangan memilih kepada kita.
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad:7)