Rabu, 08 Desember 2010

Jadilah pejuang Dakwah

Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar penikmat dakwah atau pendukung dakwah. Jadilah seorang muslim mujahid (muslim pejuang), bukan muslim qa’id (muslim yang duduk). Tidaklah sama seseorang yang berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang hanya duduk tidak berbuat sesuatu untuk agama Allah.
Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar penikmat dakwah yang hanya mengambil keuntungan dari dakwah atau hanya menikmati sendiri tarbiyah yang didapatkan. Kita perlu evaluasi diri, apakah yang sudah kita berikan untuk dakwah? Apakah selama ini kita sekedar numpang nikmat hidup di bawah naungan tarbiyah, numpang keren bersama ikhwan dan akhwat fillah, numpang beken dan populer di jalan dakwah atau numpang aman cari prestise dan posisi di dalamnya?
Jadilah pejuang dakwah, tidak sekedar menjadi pendukung dakwah. Tidak sekedar memberi dukungan atau sepakat dengan dakwah tetapi ikut memperjuangkannnya. Jadilah pejuang dakwah seperti halnya para sahabat yang ruhul istijabah, bersegera menyambut panggilan dakwah. Seperti halnya Miqdad bin ‘Amr ketika menjelang perang Badar beliau mengatakan: “Wahai Rasulullah, laksanakanlah apa yang telah diberitahukan Allah kepadamu, kami tetap bersamamu. Demi Allah kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan Bani Israel kepada Nabi Musa, yaitu “Pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah, kami tetap duduk disini”. Tetapi yang kami katakan kepadamu adalah: “Pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah, kami ikut berperang bersamu.” Demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran, seandainya kamu mengajak kami ke Barkul Ghimad(suatu tempat di Yaman), pasti kami tetap mengikutimu sampai disana.”
Jadilah pejuang dakwah yang selalu siap ditempatkan dimana saja, yang taat dan siap menerima amanah seperti halnya Hudzaifah yang taat ketika mendapatkan amanah untuk menyusup ke barisan musuh padahal kondisi saat itu (perang Ahzab) cuaca sangat dingin dan tentunya nyawa menjadi taruhannya jika sampai ketahuan.
Jadilah pejuang dakwah yang jiddiyah (bersungguh-sungguh) dan profesional dalam melaksanakan amanah, tidak menjadikannya beban tapi justru menjadikannya sebagai ladang amal. Dengan memiliki amanah, seseorang akan senantiasa berada bersama orang-orang shalih yang akan saling mengingatkan, berada dalam suasana ukhuwah yang indah meski banyak ujian yang dihadapi dan akan terpacu untuk selalu meningkatkan kualitas diri. Dengan memiliki amanah kita bisa lebih mampu memanaj aktifitas kita. Dan ketika kita dihadapkan dengan berbagai kepentingan, maka kita bisa bersikap tajarud, memurnikan pola pikir kita dari berbagai prinsip, nilai dan pengaruh individu. Tidak meninggalkan segala-galanya demi dakwah tetapi membawa semua yang kita punya bersama dakwah. Menjadikan cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya sebagai cinta tertinggi kita.
Mengutip tulisan di buku “Quantum Tarbiyah”, janganlah kita menjadi kader manja. Kader yang tidak siap memikul beban, padahal tantangan dakwah semakin berat. Apalagi kebatilan terus melakukan konsolidasi dengan cepat, rapat dan akurat. Jangan menjadi kader manja yang serba tidak siap, serba tidak bisa disuruh apa saja, pokoknya nggak bisa dan nggak mau, titik! Manja, karena ilmunya disayangi sendiri, tidak diwariskan pada anak isteri maupun mutarobbi. Manja, nggak segera membina untuk mewariskan ilmunya. Manja karena kalau diberi amanah tidak profesional. Bila disuruh membina malah “membinasakan”. Ketika binaan datang dia nggak datang, kalau dia datang binaan nggak nongol (kayak Tom and Jerry aja katanya he..he..).
Seorang da’i harusnya bisa menjadi teladan, rela berkorban dan banyak memberikan stok kebaikan kepada mad’unya. Untuk bisa menyentuh hati mad’unya, mengajaknya dalam kebaikan maka seorang da’i harus bersabar, telaten dalam ‘ngemong’ mad’unya, jangan sampai lebih sering absen daripada mad’unya, lama kelamaan bisa bubar dech.
Hidup ini pilihan, perjuangan dan pertanggungjawaban. Kita sendiri yang menentukan setiap pilihan. Kita sendiri juga yang menentukan prioritas kepentingan kita. Bukan kita yang diatur oleh waktu dan pekerjaan kita, tetapi kitalah yang mengatur waktu dan pekerjaan kita. Kita tidak akan punya waktu jika kita tidak berusaha menyempatkannya. Tidak ada alasan pula bagi seorang aktifis dakwah untuk tidak mau membina dengan alasan sibuk. Tidak ada alasan pula bagi seorang aktifis dakwah untuk menyepelekan tarbiyah dengan tidak hadir dalam halaqah karena alasan sibuk, entah sibuk dengan pekerjaan, keluarga ataupun dakwah. Memang tarbiyah bukan segala-galanya, tapi segala-galanya bisa bermula dari tarbiyah.
Wallahu a’lam bishowab

Syair Pejuang Dakwah

Kepada Ikhwati fillah, inni uhibbu kullukum jiddan

Kepada ikhwati fillah, tentara Allah dan pejuang da’wah



Katakanlah “Inilah jalanku, aku mengajak kalian kepada Allah dengan bashiroh, aku dan pengikutku-Maha Suci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik.”



Jalan da’wah adalah jalan yang terbentang jauh kedepan

Duri dan batu terjal selalu mengganjal, lembah dan bukit menghadang

Ujungnya bukan di usia dan bukan pula di dunia

Tetapi cahaya maha cahaya, syurga dan ridho Allah

Cinta adalah sumbernya, hati dan jiwa adalah rumahnya

Pergilah ke hati manusia, ajaklah kejalan Robbmu



Jika engkau cinta maka da’wah adalah "Faham"

Mengerti tentang islam, risalah anbiya dan warisan ulama

Hendaknya engkau fanatis dan bangga dengannya

Seperti Khalid bin Walid dihadapan Geourgius panglima Romawi



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Ikhlas

Menghiasi hati, memotivasi jiwa untuk berkarya

“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah semata bagi Rabb semesta alam”



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Amal

Berbuat tanpa banyak berkata-kata

Bergerak tanpa menunggu perintah

Karena da’wah adalah milik Allah semata

Biarlah Allah, Rasul, dan orang-orang beriman yang melihat



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Jihad

Sungguh – sungguh di medan perjuangan, melawan kebathilan

Balasannya adalah syurga dan ridho Allah

Kerja keras tak kenal lelah adalah rumusnya

Tinggalkan kemalasan, lamban dan berpangku tangan



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tha’at

Kepada Allah, Rasul, Al Quran, dan Sunnahnya

Serta Pemimpin yang bertaqwa diantara kamu

Tha’at adalah wujud syukurmu kepada hidayah Allah

Karenanya nikmat akan bertambah melimpah penuh berkah



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tadhiyah

Bukti kesetiaan dan kesiapan memberi, pantang meminta

Bersedialah banyak kehilangan dengan sedikit menerima

Karena yang disisi Allah sungguh lebih mulia, sedangkan di sisimu fana

Padahal setiap keringat pahala berlipat ganda



Jika engkau cinta maka da’wah adalah Tsabat

Hati dan jiwa yang tegar walau banyak rintangan

Buah dari sabar meniti jalan, teguh dalam barisan

Istiqomah dalam perjuangan dengan kaki tak tergoyahkan

Berjalan lurus jauh dari penyimpangan



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tajarrud

Ikhlas di setiap langkah mencapai satu tujuan

Padukan seluruh potensi, melibatkan diri dalam jalan ini

Engkau da’i sebelum segala sesuatu

Da’wah adalah tugas utama-mu sedang lainnya hanyalah selingan



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Ukhuwwah

Lekatnya ikatan hati terjalin dalam nilai-nilai persaudaraan

Bersaudaralah dengan muslimin sedunia, utamanya para mukmin mujahidin

Lapang dada merupakan syarat terendahnya

Sedang itsar adalah bentuk tertingginya

Dam sesungguhny Allah menghimpun hati para da’i dalam cinta-NYA

Berjumpa karena taat kepada-NYA

Melebur dalam satu da’wah dijalan-NYA, saling berjanji untuk menolong syariat-NYA



Jika engkau cinta, maka da’wah adalah Tsiqoh

Kepercayaan yang dilandasi iman suci penuh keyakinan

Kepada Allah Rasul, Qiyadah, dan Jundinya

Hilangkan keraguan dan pastikan kejujurannya

Karena inilah kafilah da’wah yang penuh berkah