Kamis, 29 April 2010

Mitos Kecantikan

Kondisi sekarang telah tergambar dengan jelas keadaan kaum perempuan yang mengadopsi jati diri sekuler Barat. Mereka sesungguhnya tidak benar-benar bebas menentukan citra diri sesuai keinginannya, tetapi sebaliknya mereka mendapatkan tekanan untuk hidup sesuai dengan harapan-harapan tertentu, harapan-harapan yang pada hakikatnya hanya merupakan fantasi belaka. Oleh sebab itu, upaya mempercantik diri tidak akan dapat mendatangkan kehormatan bagi perempuan atau membuatnya berharga di tengah-tengah masyarakat.

Andaikata memang benar demikian adanya, maka kita perlu bertanya pada diri kita. Mengapa mitos kecantikan ini terus berkembang dan tersebar luas di kalangan perempuan, baik yang tinggal di sekitar dunia Barat maupun yang tinggal jauh dari dunia Barat? Mengapa semakin banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa mereka terus diperdayakan setiap hari? Mengapa citra perempuan Barat yang berdasarkan jati diri dan pandangan hidup yang sekuler itu dijadikan model yang harus ditiru seluruh kaum perempuan di dunia?

Sebagaimana terhadap masalah-masalah lainnya, pandangan hidup kapitalisme buatan manusia menilai persoalan kecantikan ini dari sisi uang dan manfaat. Industri alat-alat kecantikan, kosmetika, fesyen, dan bisnis operasi plastik di dunia Barat didukung oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki aset jutaan dollar. Demikian pula industri majalah, yang mengiklankan produk-produk tersebut dan mendongkrak citra penampilan perempuan.

Oleh karena itu, segala macam upaya mempercantik diri yang dilakukan kaum perempuan harus tetap dipertahankan agar perusahaan-perusahaan tersebut terus mendapatkan keuntungannya. Berbagai citra dan cita-cita kaum perempuan yang tidak wajar harus terus dipelihara, semata-mata dengan tujuan agar pendapatan perusahaan-perusahaan itu terus bertambah, seiring dengan semakin besarnya dana yang dikeluarkan kaum perempuan untuk mendapatkan bentuk penampilan fisik yang diinginkan, yang terus berubah dari waktu ke waktu. Naomi Wolf menyatakan dalam bukunya “The Beauty Myth”, “Perekonomian yang bergantung pada perbudakan harus mampu menampilkan citra budak yang dapat “melegitimasi” lembaga perbudakan itu sendiri.”

Mitos kecantikan semacam itu harus disembunyikan sejauh mungkin dari pandangan publik agar dollar dan poundsterling yang diharapkan terus mengalir masuk. Dengan demikian, citra perempuan Barat terus dijadikan idola perempuan seluruh dunia untuk memuaskan nafsu sejumlah pimpinan dan pemilik perusahaan yang serakah. Seorang pakar ekonomi, John Kenneth Galbraith memberikan komentar tentang upaya mempercantik diri sebagai berikut, “Kita dipaksa oleh ilmu sosiologi populer, berbagai majalah, dan kisah-kisah fiksi untuk menyembunyikan fakta bahwa kaum perempun dalam kedudukannya sebagai konsumen memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan masyarakat industri kita … Perilaku yang penting bagi perkembangan ekonomi itu telah berubah menjadi sebuah nilai yang utama di tengah-tengah masyarakat.”

Sebagaimana dijelaskan di muka, industri kecantikan di Inggris berhasil meraup pendapatan hingga 8,9 miliar poundsterling setiap tahunnya. Industri fesyen dunia mampu menghasilkan pemasukan total sebesar 1.500 miliar dollar AS setahunnya; sedangkan industri produk-produk diet di AS dapat meraup 74 miliar dollar setiap tahunnya (Time Magazine, 1988). Sebuah bisnis bedah kosmetik di AS dapat dengan sangat mudah meraup pendapatan 1 juta dollar AS setahun. Ketika kontestan dari India berhasil memenangkan kontes kecantikan Miss World selama dua tahun berturut-turut, seorang anggota organisasi perempuan di India berkomentar bahwa hal itu bukan disebabkan karena kecantikan Miss India yang luar biasa, tetapi lebih disebabkan karena perusahaan-perusahaan kosmetika internasional ingin menembus pasar India.

Selain dari itu, media televisi dan majalah juga berhasil meraup pendapatan jutaan dollar dari iklan produk-produk perusahaan kecantikan tersebut, dengan jalan menampilkan citra “Wanita Cantik” yang semestinya menggunakan atau memakai produk-produk mereka. Berbagai industri kosmetika dan alat-alat perawatan tubuh mengeluarkan dana untuk kepentingan iklan yang jumlahnya lebih besar daripada jenis-jenis industri lainnya. Pernah terjadi, satu edisi majalah kecantikan Harper’s and Queen berhasil meraih pendapatan senilai 100.000 poundsterling dari iklan perusahaan-perusahaan kosmetika. Tidak mengherankan bila kemudian ada seorang penulis majalah “Cover Up” yang mengatakan, “Para editor (bagian) kosmetik sangat jarang dapat menulis fakta tentang kosmetika secara bebas,” karena para pemasang iklan membutuhkan suatu promosi dari pihak editor sebagai suatu prasyarat pemasangan iklan.

Setelah memahami permasalahan ini, akankah kaum perempuan yang berpikiran maju mau menelan mentah-mentah berbagai kebohongan dan tipu muslihat yang melingkupi citra perempuan Barat, atau sebaliknya mereka harus berpikir secara hati-hati mengenai jati diri dan citra yang tepat untuk dijadikan pegangan bagi mereka dalam mengarungi kehidupan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar